Perkembangan Emosi Anak Usia Dini



A.    BATANG TUBUH PERKEMBANGAN EMOSI
1.      Definisi
a.      Pengertian Perkembangan
Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. Disini menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk juga perkembangan emosi, intelektual, dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya (Soetjiningsih, 1995).
Perkembangan dapat diartikan sebagai “perubahan yang progresif dan kontinyu (berkesinambungan) dalam diri individu dari mulai lahir sampai mati”. Pengertian lain dari perkembangan adalah perubahanperubahan yang dialami individu atau organisme menuju tingkat kedewasaannya atau kematangannya (maturtion) yang berlangsung secara sistematis, progresif, dan berkesinambungan, baik menyamgkut fisik (jasmaniah) maupun psikis (rohaniah) (Syamsu, 2008).
Sejalan dengan pendapat di atas, Jamaris mengungkapkan bahwa perkembangan manusia secara psikologis merupakan suatu yang merujuk pada perubahan-perubahan tertentu yang terjadi dalam kehidupan manusia, sejak masa konsepsi sampai mati. Perubahan dalam perkembangan manusia terjadi secara berurutan dan setiap urutan perubahan mempunyai masa tertentu yang relative panjang, seperti masa usia dini, masa kanak-kanak, masa remaja, dan masa lanjut usia.
Pengertian perkembangan berbeda dengan pertumbuhan. Jika pertumbuhan itu bersifat kuantitaif dan fisik, sedangkan perkembangan lebih bersifat kualitatif dan terpadu (fisik dan psikologis). Ini berarti bahwa perkembangan bukan sekedar penambahan beberapa sentimeter pada tinggi badan seseorang atau peningkatan kemampuan seseorang, melainkan suatu proses integrasi dari banyak struktur dan fungsi yang kompleks. Berikut beberapa definisi perkembangan menurut beberapa ahli yang tercantum dalam Sumanto :
a.       Lois hoffman CS mengungkapkan bahwa perkembangan adalah proses yang terjadi dalam diri individu sepanjang rentang kehidupan
b.      Lerner berpendapat bahwa perkembangan menunjukkan perubahan yang sistematik atau terorganisir dalam diri individu
c.       Mussen cs mengungkapkan bahwa perkembangan adalah perubahan yang terjadi pada fisik, struktur neurologis, perilaku, traits (ciri sifat), yang terjadi secara teraur dan masuk akal dan menghasilkan yang baru, yang lebih baik, lebih sehat, lebih terorganisir, lebih stabil, lebih kompleks, lebih kompeten dan lebih efisien.
Periodisasi perkembangan adalah penahapan rentang kehisupan manusia yang ditandai oleh ciri-ciri atau pola-pola tingkah laku tertentu. Meskipun masing-masing anak mempunyai masa perkembangan yang berlainan satu sama lain, apabila dipandang secara umum, ternyata terdapat tanda-tanda atau cirri-ciri perkembangan yang hampir sama antara anak yang satu dengan lainnya.
Pengertian lainnya yaitu: perubahan-perubahan yang dialami individu atau organisme menuju tingkat kedewasaannya yang berlangsung secara sistematis, progresif, dan berkesinambungan baik menyangkut fisik maupun psikis.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan pengertian perkembangan adalah perubahan yang progresif dan kontinyu (berkesinambungan) dalam diri individu mulai lahir sampai mati.

b.      Pengertian Emosi
Istilah emosi berasal dari kata emotus atau emovere atau yang berarti sesuatu yang mendorong terhadap sesuatu, missal emosi gembira mendorong untuk tertawa, atau dengan perkataan lain emosi didefinisikan sebagai suatu keadaan gejolak penyesuaian diri yang berasal dari dalam dan melibatkan hamper keseluruhan diri individu (Sujiono, 2005).
Menurut Sartono emosi merupakan setiap keadaan pada diri seseorang yang disertai warna afekti. Yang dimaksud warna efektif ini adalah perasaan-perasaan tertentu yang dialami pada saat menghadapi (menghayati) suatu situasi tertentu contohnya: gembira, bahagia, takut dan lain-lain. Sedangkan menurut Goleman bahasa emosi merujuk pada suatu perasaan atau pikiran. Pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis serta rangkaian kecenderungan untuk bertindak (Syamsu, 2008).
Sementara itu, Chaplin (1989) dalam Dictionary of Psychology mendefiniskan emosi sebagai suatu keadaan yang tersangsang adari organism mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam sifatnya dari perubahan perilaku. Ia membedakan emosi dengan perasaan, dan mendefinisikan perasaan (feelings) adalah pengalaman disadari yang diaktifkan baik oleh perangsang eksternal maupun bermacam-macam keadaan jasmani.
Definisi lain menyatakan bahwa emosi adalah sutu respons terhadap suatu perangsang yang menyebabkan perubahan fisiologis disertai perasaan yang kuat dan biasanya mengandung kemungkinan untuk meletus. Respons demikian terjadi baik terhadap perangsang-perangsang eksternal maupun internal (Poerbakawatja, 1982).
Berdasarkan pendapat dari para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa emosi adalah suatu keadaan yang kompleksi dapat berupa perasaan / pikiran yang di tandai oleh perubahan biologis yang muncul dari perilaku seseorang.
Emosi dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian, yaitu emosi sensoris dan emosi kejiwaan (psikis).
1)      Emosi Sensoris, yaitu emosi yang ditimbulkan oleh rangsangan dari luar terhadap tubuh, seperti rasa dingin, manis, sakit, lelah, kenyang dan lapar.
2)      Emosi Psikis, yaitu emosi yang mempunyai alasan – alasan kejiwaan.
Yang termasuk emosi jenis ini diantaranya adalah :
a)      Perasaan Intelektual, yaitu yang mempunyai sangkut paut dengan ruang lingkup kebenaran. Perasaan ini diwujudkan dalam bentuk :
ü  Rasa yakin dan tidak yakin terhadap suatu hasil karya ilmiah
ü  Rasa gembira karena mendapat suatu kebenaran
ü  Rasa puas karena dapat menyelesaikan persoalan – persoalan ilmiah yang harus dipecahkan
b)      Perasaan Sosial, yaitu perasaan yang menyangkut hubungan dengan orang lain, baik bersifat perorangan maupun kelompok. Wujud perasaan ini seperti :
ü  Rasa solidaritas
ü  Persaudaraan (ukhuwah)
ü  Simpati
ü  Kasih sayang, dan sebagainya
c)      Perasaan Susila, yaitu perasaan yang berhubungan dengan nilai-nilai baik dan buruk atau etika (moral). Contohnya :
ü  Rasa tanggung jawab (responsibility)
ü  Rasa bersalah apabila melanggar norma
ü  Rasa tentram dalam mentaati norma
d)     Perasaan Keindahan (estetis), yaitu perasaan yang berkaitan erat dengan keindahan dari sesuatu, baik bersifat kebendaan ataupun kerohanian.
e)      Perasaan Ketuhanan, yaitu merupakan kelebihan manusia sebagai makluk Tuhan, dianugrahi fitrah (kemampuan atau perasaan) untuk mengenal Tuhannya. Dengan kata lain, manusia dianugerahi insting religius (naluri beragama). Karena memiliki fitrah ini, maka manusia di juluki sebagai “Homo Divinans” dan “Homo Religius” atau makluk yang berke-Tuhan-an atau makhluk beragama (Syamsu, 2008).
c.       Perkembangan Emosi
Pertumbuhan dan perkembangan emosi, seperti juga pada tingkah laku lainnya, ditentukan oleh proses pematangan dan proses belajar. Pada bayi yang baru lahir, satu-satunya emosi yang nyata adalah kegelisahan yang tampak sebagai ketidaksenangan dalam bentuk menangis meronta. Pada keadaan tenang, bayi itu tidak akan menunjukkan perbuatan apapun, jadi dapat disimpulkan emosinya sedang dalam keadaan normal (netral).
Makin besar seorang anak, makin besar pula kemampuannya untuk belajarn sehingga perkembangan emosinya makin rumit. Perkembangan emosi melalui proses kematangan hanya terjadi sampai usia satu tahun. Setelah itu perkembangan selanjutnya lebih banyak ditentukan oleh proses belajar.
Pengaruh kebudayaan besar sekali terhadap perkembangan emosi, karena dalam tiap-tiap kebudayaan diajarkan cara menyatakan emosi yang konvensional dan khas dalam kebudayaan yang bersangkutan, sehingga ekspresi tersebut dapat dimengerti oleh orang lain dalam kebudayaan yang sama. Klienberg pada tahun 1993 menyelidiki literatur-literatur Cina dan mendapatkan berbagai bentuk ekspresi emosi yang berbeda dengan cara-cara yang ada di dunia Barat. Ekspresi-ekspresi itu antara lain:
·         Menjulurkan lidah kalau keheranan.
·         Bertepuk tangan kalau kuatir.
·         Menggaruk kuping dan pipi kalau bahagia.
Yang dipelajari dalam perkembangan emosi adalah objek-objek dan situasi yang menjadi sumber emosi. Seorang anak yang tidak pernah ditakut-takuti di tempat gelap, tidak akan takut kepada tempat yang gelap. Pria Amerika jarang menangis pada peridtiwa-peristiwa seperti perkawinan, gagal ujian dan sebagainya. Tetapi, pria Perancis lebih mudah untuk mencucurkan air mata dalam peristiwa-peristiwa tersebut.
Sikap yang disertai dengan emosi ayng berlebih-lebihan disebut kompleks, misalnya kompleks rendah diri, yaitu sikap negatif terhadap diri sendiri yang disertai perasaan malu, takut, tidak berdaya, segan bertemu dengan orang lain dan sebagainya.
2.      Konsep Utama
Perkembangan emosi pada anak ada beberapa fase yang dilalui, fase-fase  tersebut yaitu:
a.       Pada bayi hingga 18 bulan
1)      Pada fase ini, bayi butuh belajar dan mengetahui bahwa lingkungan di sekitarnya aman dan familier. Perlakuan yang diterima pada fase ini berperan dalam membentuk rasa percaya diri, cara pandangnya terhadap orang lain serta interaksi dengan orang lain. Contoh ibu yang memberikan ASI secara teratur memberikan rasa aman pada bayi.
2)      Pada minggu ketiga atau keempat bayi mulai tersenyum jika ia merasa nyaman dan tenang. Minggu ke delapan ia mulai tersenyum jika melihat wajah dan suara orang di sekitarnya.
3)      Pada bulan keempat sampai kedelapan bayi mulai belajar mengekspresikan emosi seperti gembira, terkejut, marah dan takut. Pada bulan ke-12 sampai 15, ketergantungan bayi pada orang yang merawatnya akan semakin besar. Ia akan gelisah jika ia dihampiri orang asing yang belum dikenalnya. Pada umur 18 bulan bayi mulai mengamati dan meniru reaksi emosi yang di tunjukan orang-orang yang berada di sekitar dalam merespon kejadian tertentu.
b.      18 bulan sampai 3 tahun
1)      Pada fase ini, anak mulai mencari-cari aturan dan batasan yang berlaku di lingkungannya. Ia mulai melihat akibat perilaku dan perbuatannya yang akan banyak mempengaruhi perasaan dalam menyikapi posisinya di lingkungan. Fase ini anak belajar membedakan cara benar dan salah dalam mewujudkan keinginannya.
2)      Pada anak usia dua tahun belum mampu menggunakan banyak kata untuk mengekspresikan emosinya. Namun ia akan memahami keterkaitan ekspresi wajah dengan emosi dan perasaan. Pada fase ini orang tua dapat membantu anak mengekspresikan emosi dengan bahasa verbal. Caranya orang tua menerjemahkan mimik dan ekspresi wajah dengan bahasa verbal.
3)      Pada usia antara 2 sampai 3 tahun anak mulai mampu mengekspresikan emosinya dengan bahasa verbal. Anak mulai beradaptasi dengan kegagalan, anak mulai mengendalikan prilaku dan menguasai diri.
c.       Usia antara 3 sampai 5 tahun
1)      Pada fase ini anak mulai mempelajari kemampuan untuk mengambil inisiatif sendiri. Anak mulai belajar dan menjalin hubungan pertemanan yang baik dengan anak lain, bergurau dan melucu serta mulai mampu merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain.
2)      Pada fase ini untuk pertama kali anak mampu memahami bahwa satu peristiwa bisa menimbulkan reaksi emosional yang berbeda pada beberapa orang. Misalnya suatu pertandingan akan membuat pemenang merasa senang, sementara yang kalah akan sedih.
d.      Usia antara 5 sampai 12 tahun
1)      Pada usia 5-6 anak mulai mempelajari kaidah dan aturan yang berlaku. Anak mempelajari konsep keadilan dan rahasia. Anak mulai mampu menjaga rahasia. Ini adalah keterampilan yang menuntut kemampuan untuk menyembunyikan informasiinformasi secara.
2)      Anak usia 7-8 tahun perkembangan emosi pada masa ini anak telah menginternalisasikan rasa malu dan bangga. Anak dapat menverbalsasikan konflik emosi yang dialaminya. Semakinbertambah usia anak, anak semakin menyadari perasaan diri dan orang lain.
3)      Anak usia 9-10 tahun anak dapat mengatur ekspresi emosi dalam situasi sosial dan dapat berespon terhadap distress emosional yang terjadi pada orang lain. Selain itu dapat mengontrol emosi negative seperti takut dan sedih. Anak belajar apa yang membuat dirinya sedih, marah atau takut sehingga belajar beradaptasi agar emosi tersebut dapat dikontrol (Suriadi & Yuliani, 2006).
4)      Pada masa usia 11-12 tahun, pengertian anak tentang baik-buruk, tentang norma-norma aturan serta nilai-nilai yang berlaku di lingkungannya menjadi bertambah dan juga lebih fleksibel, tidak sekaku saat di usia kanak-kanak awal. Mereka mulai memahami bahwa penilaian baik-buruk atau aturan-aturan dapat diubah tergantung dari keadaan atau situasi munculnya perilaku tersebut. Nuansa emosi mereka juga makin beragam.
Pada perkembangan emosi anak ada ciri khas yang yang ada pada anak, diantaranya:
a.       Emosi yang kuat
Anak kecil bereaksi dengan intensitas yang sama, baik terhadap situasi yang remeh maupun yang serius. Anak pra remaja bahkan bereaksi dengan emosi yang kuat terhadap hal-hal yang tampaknya bagi orang dewasa merupakan soal sepele.
b.      Emosi seringkali tampak
Anak-anak seringkali memperlihatkan emosi yang meningkat dan mereka menjumpai bahwa ledakan emosional seringkali mengakibatkan hukuman, sehingga mereka belajar untuk menyesuaikan diri dengan situasi yang membangkitkan emosi. Kemudian mereka akan berusaha mengekang ledakan emosi mereka atau bereaksi dengan cara yang lebih dapat diterima.
c.       Emosi bersifat sementara
Peralihan yang cepat pada anak-anak kecil dari tertawa kemudian menangis, atau dari marah ke tersenyum, atau dari cemburu ke rasa sayang merupakan akibat dari 3 faktor, yaitu :
1)      Membersihkan sistem emosi yang terpendam dengan ekspresi terus terang.
2)      Kekurangsempurnaan pemahaman terhadap situasi karena ketidakmatangan intelektual dan pengalaman yang terbatas.
3)      Rentang perhatian yang pendek sehingga perhatian itu mudah dialihkan. Dengan meningkatnya usia anak, maka emosi mereka menjadi lebih menetap.
d.      Reaksi mencerminkan individualitas
Semua bayi yang baru lahir mempunyai pola reaksi yang sama. Secara bertahap dengan adanya pengaruh faktor belajar dan lingkungan, perilaku yang menyertai berbagai macam emosi semakin diindividualisasikan. Seorang anak akan berlari keluar dari ruangan jika mereka ketakutan, sedangkan anak lainnya mungkin akan menangis dan anak lainnya lagi mungkin akan bersembunyi di belakang kursi atau di balik punggung seseorang.
e.   Emosi berubah kekuatannya
Dengan meningkatnya usia anak, pada usia tertentu emosi yang sangat kuat berkurang kekuatannya, sedangkan emosi lainnya yang tadinya lemah berubah menjadi kuat. Variasi ini sebagian disebabkan oleh perubahan dorongan, sebagian oleh perkembangan intelektual, dan sebagian lagi oleh perubahan minat dan nilai.
f.    Emosi dapat diketahui melalui gejala perilaku
Anak-anak mungkin tidak memperlihatkan reaksi emosional mereka secara langsung, tetapi mereka memperlihatkannya secara tidak langsung melalui kegelisahan, melamun, menangis, kesukaran berbicara, dan tingkah yang gugup, seperti menggigit kuku dan mengisap jempol.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi pada anak usia dini ada beberapa hal, yaitu:
a. Keadaan anak
Keadaan individu pada anak, misalnya cacat tubuh ataupun kekurangan pada diri anak akan sangat mempengaruhi perkembangan emosional, bahkan akan berdampak lebih jauh pada kepribadian anak. Misalnya: rendah diri, mudah tersinggung, atau menarik diri dari lingkunganya.
b. Faktor belajar
Pengalaman belajar anak akan menentukan reaksi potensial mana yang mereka gunakan untuk marah. Pengalaman belajar yang menunjang perkembangan emosi antara lain:
1)  Belajar dengan coba-coba
Anak belajar dengan coba-coba untuk mengekspresikan emosinya dalam bentuk perilaku yang memberi pemuasan sedikit atau sama sekali tidak memberi kepuasan.
2)  Belajar dengan meniru
Dengan cara meniru dan mengamati hal-hal yang membangkitkan emosi orang lain, anak bereaksi dengan emosi dan metode yang sama dengan orang-orang yang diamati.
3)  Belajar dengan mempersamakan diri
Anak meniru reaksi emosional orang lain yang tergugah oleh rangsangan yang sama dengan rangsangan yang telah membangkitkan emosi orang yang ditiru. Disini anak hanya meniru orang yang dikagumi dan mempunyai ikatan emosional yang kuat dengannya.
4)  Belajar melalui pengondisian
Dengan metode ini objek, situasi yang mulanya gagal memancing reaksi emosional kemudian berhasil dengan cara asosiasi. Pengondisian terjadi dengan mudah dan cepat pada awalawal kehidupan karena anak kecil kurang menalar, mengenal betapa tidak rasionalnya reaksi mereka.
5)  Belajar dengan bimbingan dan pengawasan.
Anak diajarkan cara bereaksi yang dapat diterima jika suatu emosi terangsang. Dengan pelatihan, anak-anak dirangsang untuk bereaksi terhadap rangsangan yang biasanya membangkitkan emosi yang menyenangkan dan dicegah agar tidak bereaksi secara emosional terhadap rangsangan yang membangkitkan emosi yang tidak menyenangkan (Fatimah, 2006).
c. Konflik – konflik dalam proses perkembangan
Setiap anak melalui berbagai konflik dalam menjalani fase-fase perkembangan yang pada umumnya dapat dilalui dengan sukses. Namun jika anak tidak dapat mengamati konflik-konflik tersebut, biasanya mengalami gangguan-gangguan emosi
d. Lingkungan keluarga
Salah satu fungsi keluarga adalah sosialisasi nilai keluarga mengenai bagaimana anak bersikap dan berperilaku. Keluarga adalah lembaga yang pertama kali mengajarkan individu (melalui contoh yang diberikan orang tua) bagaimana individu mengeksplorasi emosinya. Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi perkembangan anak. Keluarga sangat berfungsi dalam menanamkan dasar-dasar pengalaman emosi, karena disanalah pengalaman pertama didapatkan oleh anak. Keluarga merupakan lembaga pertumbuhan dan belajar awal (learning and growing) yang dapat mengantarkan anak menuju pertumbuhan dan belajar selanjutnya.
Gaya pengasuhan keluarga akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan emosi anak. Apabila anak dikembangkan dalam lingkungan keluarga yang emosinya positif, maka perkembangan emosi anak akan menjadi positif. Akan tetapi, apabila kebiasaan orang tua dalam mengekspresikan emosinya negatif seperti, melampiaskan kemarahan dengan sikap agresif, mudah marah, kecewa dan pesimis dalam menghadapi masalah, maka perkembangan emosi anak akan menjadi negatif (Syamsu, 2008).
Keterkaitan secara teoritik antara lingkungan keluarga dengan pengungkapan emosi juga dijelaskan oleh Goleman (2000), yang meninjau terjadinya proses pengungkapan emosi sejak awal yaitu pada masa anak-anak. Goleman (2000) menjelaskan bahwa cara-cara yang digunakan orang tua untuk menangani masalah anaknya memberikan pelajaran yang membekas pada perkembangan emosi anak. Gaya mendidik orang tua yang mengabaikan perasaan anak, yang tercermin pada persepsi negatif orang tua terhadap emosi, emosi anak dilihat sebagai gangguan atau sesuatu yang selalu direspon orang tua dengan penolakan. Pada masa dewasa, anak tersebut tidak akan menghargai emosinya sendiri yang menimbulkan keterbatasan dalam mengungkapkan emosinya. Sebaliknya, pada kelurga yang menghargai emosi anak yang dibuktikan dengan penerimaan orang tua terhadap ungkapan emosi anak, pada masa dewasa nanti anak akan menghargai emosinya sendiri sehingga ia mampu mengungkapkan emosinya pada orang lain.

B.     APLIKASI DALAM PENDIDIKAN DI PAUD
Aplikasi yang diterapkan pada perkembangan emosi anak usia dini ada berbagai macam. Adapun aplikasi metode perkembangan emosi yang dapat dilakukan di PAUD antara lain :
a. Pengelompokan anak
Melalui pengelompokan, anak akan saling mengenal berinteraksi secara intensif dengan anak lain.
b. Modelling dan imitating
Imitasi adalah peniruan sikap, tingkah laku, serta cara pandang orang lain yang dilakukan secara sengaja. Sejak usia dua sampai tiga tahun anak mulai senang meniru tingkah laku orang lain yang ada di sekitarnya.

c. Bermain kooperatif
Bermain kooperatif adalah permainan yang melibatkan sekelompok anak, di mana setiap anak mendapatkan peran dan tugas masing-masing yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan bersama.
d. Belajar berbagi
Belajar berbagi merupakan latihan keterampilan sosial yang sangat baik bagi anak. Melalui kegiatan ini anak akan belajar berempati terhadap anak lainnya.

Komentar