MULTIPLE INTELLIGENCE (KECERDASAN JAMAK)



A.     BAKAT/ MULTIPLE INTELLIGENCE
Pada dasarnya setiap individu memiliki bakat yang berbeda. Perbedaan ini terletak pada jenis bakatnya. Bakat (aptitude) umumnya diartikan sebagai kemampuan bawaan yang merupakan potensi (potential ability) yang masih perlu dikembangkan agar dapat terwujud (Semiawan et.al., 1984:1; Munandar, 1987:17) dalam (Sobur, 2016: 158). Jadi, bakat merupakan kemampuan alamiah untuk memperoleh pengetahuan atau keterampilan yang masih bisa dikembangkan. Dahulu orang biasanya mengartikan “anak berbakat” adalah anak yang memiliki tingkat kecerdasan (IQ) yang tinggi. Menurut Gardner kecerdasan adalah kumpulan kemampuan, bakat, atau ketrampilan mental. Kecerdasan menurut Gardner tidak hanya mengacu kepada kognitif saja yang biasa disebut dengan IQ. Ada delapan kecerdasan yang dicetuskan oleh Gardner atau sering disebut dengan Multiple Intelligence. Sebelum membahas delapan kecerdasan tersebut kita bahas dahulu apa itu kecerdasan.
Dalam literatur psikologis, tidak ada yang namanya satu-satunya definisi tentang kecerdasan. Semua definisi secara kasar dapat dibagi menjadi tiga kategori: 1. Biologis; 2. Pedagogis; 3. Psikologis. Menurut Nesic (2011), “The pedagogical definition is: Intelligence is the ability of one individual to learn or use experience; the psychological definition is: Intelligence is the ability to think and solve problems.” Hal ini diketahui secara pedagogis kecerdasan adalah kemampuan seseorang untuk belajar atau menggunakan pengalaman; Definisi psikologisnya kecerdasan adalah kemampuan berpikir dan memecahkan masalah.
Sujiono & Sujiono (2013:48) menyatakan bahwa kecerdasan merupakan kemampuan tertinggi yang dimiliki oleh manusia. Tingkat kecerdasan dapat membantu seseorang dalam menghadapi berbagai permasalahan yang muncul dalam kehidupannya. Kecerdasan bagi seseorang memiliki manfaat yang besar selain bagi dirinya sendiri dan juga bagi pergaulannya di masyarakat. Melalui tingkat kecerdasan yang tinggi seseorang akan semakin dihargai di masyarakat apalagi apabila ia mampu berkiprah dalam menciptakan hal-hal baru yang bersifat fenomenal. Gardner (2013: 64-65) menyatakan bahwa:
“a human intellectual competence must entail a set of skills of problem solving—enabling the individual to resolve genuine problems or difficulties that he encounters and, when appropriate, to create an effective product—and must also entail the potential for finding or creating problems—there by laying the groundwork for the acquisition of new knowledge.”

Berdasarkan hal tersebut diketahui bahwa kompetensi intelektual manusia harus mengandung seperangkat keterampilan pemecahan masalah yang memungkinkan individu untuk menyelesaikan masalah atau kesulitan yang sesungguhnya yang ia hadapi dan, bila perlu, untuk menciptakan produk yang efektif dan juga memerlukan potensi untuk menemukan atau menciptakan masalah di sana dengan meletakkan dasar bagi perolehan pengetahuan baru. Kecerdasan merupakan kemampuan untuk menyelesaikan masalah, menciptakan produk yang berharga dalam satu atau beberapa lingkungan budaya masyarakat. Berdasarkan beberapa paparan di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan adalah kemampuan cara berfikir seseorang dalam menghadapi dan memecahkan masalah dan juga dapat dijadikan modalisasi dalam belajar.
Howard Gardner adalah orang yang mengenalkan istilah kecerdasan jamak (1983), awalnya ia mengidentifikasikan kecerdasan jamak ada tujuh kemudian menjadi delapan. Gardner, (1993: 59) menyatakan, “Kedelapan jenis kecerdasan tersebut adalah kecerdasan musikal, fisik kinestetik, logika-matematis, linguistik, visual spasial, interpersonal, intrapersonal, dan naturalistik. Dia berbicara tentang adanya sejumlah kekuatan intelektual, atau kompetensi yang berbeda”.
Multiple Intelligence (MI) atau kecerdasan jamak adalah model pembelajaran baru yang membantu siswa untuk belajar secara efektif. Hal ini juga dapat mempengaruhi perilaku siswa di sekolah karena hal itu membuat mereka lebih terlibat dengan mengenali kebutuhan mereka yang membuat mereka kurang frustrasi dan bingung (Amstrong, 1994). Model Multiple Intelligence juga membantu siswa mengenali kekuatan dan kelemahan mereka sendiri sehingga mereka tahu cara belajar yang lebih baik untuk mereka dan mengembangkan kelemahan yang mereka miliki (Nicholson & Nelson, 1999).

Gambar 1. Multiple Intelligence Howard Gardner

Kecerdasan musikal (musical intelligence) menurut Amstrong dalam Sujiono & Sujiono (2010: 60) berpendapat bahwa kecerdasan musikal ialah kemampuan memahami aneka bentuk musikal, dengan cara mempersepsi (penikmat musik), membedakan (kritikus musik), mengubah (komposer), dan mengekspresikan (penyanyi). Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada irama, pola titik nada pada melodi, dan warna nada  atau warna suara suatu lagu. Gardner dan banyak ilmuwan lainnya meyakini bahwa kecerdasan musikal adalah pusat pengalaman manusia dan merupakan awal dari munculnya kecerdasan individu. Manic dan Randelofic (2017) menyatakan “Musical-rhythmical intelligence includes capacities such as recognition and using of rhythmical and sound patterns, as well as sensitivity for sound irritation in environment, human voices and musical instruments.” Kecerdasan musikal mencakup kapasitas seperti pengenalan dan penggunaan pola irama dan suara, serta kepekaan akan iritasi suara di lingkungan, suara manusia dan alat-alat musik. Kecerdasan musikal adalah kemampuan untuk memperhatikan, membedakan dan mengekspresikan pola musikal (Ekinici, 2014). Kecerdasan musikal mencakup kemampuan untuk tampil, mengumpulkan dan mengenali pola musik.
Menurut riset Karamikabir (2017), “Musical intelligence involves skill in the performance, composition, and appreciation of musical patterns”. Kecerdasan musical melibatkan ketrampilan dalam penampilan, komposisi, dan apresiasi pola musik. Karakteristik kecerdasan musikal mengubah mood sesuai dengan musik, mudah mengingat teks lagu dan melodi, pergi ke konser, menulis lagu atau nyanyian, memainkan instrumen, mendengarkan musik sebelum belajar untuk bersantai (Moro, 2013). Berdasarkan pendapat para ahli diatas disimpulkan bahwa kecerdasan musikal adalah kemampuan untuk menghasilkan dan mengapresiasi musik. Kemampuan ini meliputi menyanyi, bersiul, memainkan alat-alat musik, mengenal pola-pola nada, membuat komposisi musik, mengingat melodi, memahami struktur dan irama musik.
Kecerdasan fisik kinestetik (bodily-kinesthetic intelligence) dalam riset Ekinci (2014) “Includes experiences in using body to express ideas and feelings.” Kecerdasan fisik kinestetik mencakup pengalaman dalam menggunakan tubuh untuk mengekspresikan gagasan dan perasaan. Kecerdasan fisik kinestetik menyiratkan kemungkinan menggunakan seluruh tubuh atau beberapa bagiannya untuk memecahkan masalah. Kecerdasan ini membutuhkan koordinasi fisik, keseimbangan, kekuatan, dan kecepatan.
Kecerdasan kinestetik ditandai dengan kemampuan mengontrol gerak tubuh dan kemahiran mengelola objek. Jenis kecerdasan ini dimiliki oleh atlet, penari, aktor, dan lain-lain (Gardner, Kornhaber dan Wake, 1999). Karakteristik kecerdasan fisik kinestetik adalah mereka tidak pernah berada di satu tempat, suka menyentuh benda, mengendalikan tubuh mereka, belajar paling baik saat bergerak. (Moro, 2013). Berdasarkan pendapat para ahli diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa kecerdasan kinestetik adalah kemampuan mengontrol dan terampil dalam menggunakan tubuhnya.
Kecerdasan logika-matematis (logical-mathematical intelligence) includes capabilities to recognize patterns and to work with abstract symbols (numbers and geometric shapes), and to find hidden connections and relations between given data and information (Gardner, Kornhaber and Wake, 1999). Kecerdasan logika-matematis merupakan kemampuan untuk mengenali pola dan bekerja dengan simbol abstrak (angka dan bentuk geometris), dan untuk menemukan hubungan dan hubungan tersembunyi antara data dan informasi yang diberikan. Kemampuan berpikir logis pada seseorang terkait dengan kecerdasan logis matematis. Menurut Amstrong dalam Sujiono & Sujiono (2010: 58), Kecerdasan logis matematis adalah kecerdasan dalam hal angka dan logika.
Kecerdasan logika matematika pada dasarnya melibatkan kemampuan-kemampuan menganalisis masalah secara logis, menemukan atau menciptakan rumus-rumus, atau pola matematika dan menyelidiki sesuatu secara ilmiah. Kecerdasan ini lebih melibatkan keterampilan mengolah angka dan kemahiran untuk menggunakan logika. Karakteristik kecerdasan logika matematis adalah ketertarikan pada sains, informatika dan komputer, menganalisis hal-hal, pemecahan masalah yang memberi hasil positif (Moro, 2013). Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan logika matematis adalah kemampuan seseorang dalam berpikir secara induktif, berpikir menurut aturan logika, memahami dan menganalisis pola angka-angka, serta memecahkan masalah dengan menggunakan kemampuan berpikir.
Kecerdasan linguistik (verbal-linguistic intelligence) menurut riset Karamikabir (2012), “Involves sensitivity to spoken and written language, the ability to learn languages, and the capacity to use language to accomplish certain goals.” Kecerdasan linguistik melibatkan kepekaan terhadap bahasa lisan dan tulisan, kemampuan untuk belajar bahasa, dan kemampuan untuk menggunakan bahasa untuk mencapai tujuan tertentu. Kecerdasan ini memiliki empat keterampilan, yaitu menyimak, membaca, menulis dan berbicara. Selanjutnya Gardner dalam Nuryadin dan Tri (2012) menyatakan bahwa, Kecerdasan linguistik berkaitan dengan kemampuan bahasa baik bahasa ibu atau bahasa asing untuk mengekspresikan pikiran dan memahami orang lain. Sastrawan terkhususkan sebagai memiliki intelegensi bahasa namun profesi seperti jurnalis, orator, politikus, pengacara, penulis, editor dan penterjemah adalah gambaran umum orang-orang yang memiliki kecerdasan linguistik.
Karakteristik kecerdasan linguistik adalah  sebagai pembicara/ penulis yang baik, suka membaca dan menulis sejak usia dini, memiliki kapasitas memori yang besar untuk segala jenis kata, belajar paling baik saat mendengarkan dan mencatat, memiliki kosa kata yang kaya, sering membaca dengan suara keras saat belajar, apa yang mereka pelajari dan baca selalu diceritakan dengan cara mereka sendiri (Moro, 2013). Dari pendapat pada ahli mengenai kecerdasan linguistik di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan linguistik merupakan kemampuan mengolah kata secara efektif baik secara lisan maupun tertulis.
Kecerdasan visual spasial (visual-spatial intelligence) adalah kemampuan untuk membentuk suatu gambaran tentang tata ruang didalam pikiran. Anak anak dengan kecerdasan visual-spasial  yang tinggi cenderung berpikir secara visual. Mereka kaya khayalan internal (internal imagery) sehingga cenderung imajinatif dan kreatif. Dalam studi Ekinci (2014), “Spatial intelligence is the ability to clearly see the visual-spatial world and the ability to understand these perceptions.” Kecerdasan spasial adalah kemampuan untuk secara jelas melihat dunia visual-spasial dan kemampuan untuk memahami persepsi ini. Kecerdasan spasial mencakup potensi untuk mengenali dan menggunakan pola wilayah yang luas, serta ruang yang lebih terbatas (Karamikabir, 2011).
Campbell, Campbell dan Dickinson menjelaskan bahwa tujuan materi program dalam kurikulum yang dapat mengembangkan kecerdasan visual spasial, antara lain penayangan video, gambar, menggunakan model dan diagram. Karakteristik kecerdasan visual spasial yaitu mereka suka memiliki ruang sendiri untuk "kedamaian" saat mendengarkan musik, jenis visual dapat "melihat" kata-kata dari lagu tersebut, mereka pandai melukis, memiliki selera untuk warna, mereka suka berpakaian dengan baik, untuk terlibat dalam fotografi, film dan video, mereka berpikir dan mengingat dalam gambar (Moro, 2013). Berdasarkan pemaparan para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan visual spasial adalah kemampuan untuk membentuk suatu gambaran tentang tata ruang didalam pikiran. Kecerdasan ini melibatkan potensi untuk mengenali dan menggunakan pola ruang yang luas dan daerah yang lebih terbatas.
Kecerdasan interpersonal (interpersonal intelligence) adalah kemampuan untuk mengamati dan mengerti maksud, motivasi dan perasaan orang lain. Peka pada ekpresi wajah, suara dan gerakan tubuh orang lain dan ia mampu memberikan respon secara efektif dalam berkomunikasi. Kecerdasan ini juga mampu untuk masuk ke dalam diri orang lain, mengerti dunia orang lain, mengerti pandangan, sikap orang lain dan umumnya dapat memimpin kelompok. Menurut riset Karamikabir (2012), “Interpersonal intelligence is concerned with the capacity to understand the intentions, motivations and desires of other people.” Kecerdasan ini berkepentingan dengan kemampuan untuk memahami maksud, motivasi dan keinginan orang lain  dan tinggal dalam kelompok, serta kemampuan berkomunikasi (verbal dan nonverbal). Kecerdasan semacam ini membutuhkan kemampuan untuk mengenali perbedaan antara orang-orang dalam hal suasana hati, perasaan, emosi, temperamen, motivasi dan niat (Gardner, Kornhaber dan Wake, 1999).
Karakteristik kecerdasan interpersonal adalah menyukai pesta dan acara sosial, banyak waktu dihabiskan dengan orang lain, belajar dari orang lain, pembicara yang baik dan terampil dalam komunikasi (Moro, 2013). Orang yang memiliki kecerdasan interpersonal yang rendah dapat memunculkan konflik interpersonal. Hal ini ditegaskan oleh Sullivan dalam Chaplin (2000: 257) bahwa penyakit mental dan perkembangan kepribadian terutama sekali lebih banyak ditentukan oleh interaksi interpersonalnya daripada oleh faktor-faktor konstitusionalnya. Berdasarkan pernyataan ahli di atas disimpulkan bahwa kecerdasan interpersonal disebut sebagai kemampuan untuk memahami niat, motivasi, perasaan, dan kebutuhan orang lain.
Kecerdasan intrapersonal (intrapersonal intelligence) berdasarkan studi Manic & Randelovic (2017) “Refers to knowledge one person has about themselves and internal aspects of their ego, feelings, personal look and intellectual capabilities.” Kecerdasan intrapersonal mengacu pada pengetahuan yang dimiliki seseorang tentang diri mereka dan aspek internal ego, perasaan, penampilan pribadi dan kemampuan intelektual mereka. Ini adalah kemampuan untuk mengamati diri dari setiap aspek, penampilan, perasaan, kemampuan, temperamen mereka sendiri (Gardner, Kornhaber dan Wake, 1999). Kecerdasan intrapersonal merupakan realisasi diri dan kemampuan untuk bertindak yang sesuai (Ekinici, 2014). Ini mencakup kemampuan seperti pemahaman, menerima perasaan, ketakutan dan motivasi seseorang (Karamikabir, 2011). Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan intrapersonal adalah kemampuan memahami diri sendiri dan bertindak berdasarkan pemahaman tersebut.
Menurut Amstrong (2004: 22), Kecerdasan naturalistik (naturalist intelligence) adalah kecerdasan yang berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk peka terhadap lingkungan alam. Kecerdasan naturalistik merupakan salah satu kecerdasan yang berpotensi untuk pembentukan karakter anak dalam berinteraksi dengan alam dan lingkungannya. Sejak usia dini, berbagai macam pontensi perlu dilatihkan. Hal ini berguna untuk perkembangan diri sepanjang kehidupannya. Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada fenomena alam lainnya (misalnya, formasi awan dan gunung-gunung). Karamikabir (2012) mendefinisikan bahwa, “Natural intelligence enables human beings to recognize, categorize and draw upon certain features of the environment.” Kecerdasan naturalistik memungkinkan manusia untuk mengenali, mengkategorikan dan memanfaatkan fitur tertentu dari lingkungan. Sebagian besar matematikawan, ahli teori menemukan gagasan utama di alam.
Karakteristik kecerdasan naturalistik adalah memahami alam. Orang yang mengembangkan jenis kecerdasan ini dapat dengan mudah mengenali berbagai jenis hewan dan tumbuhan. Mereka biasanya suka berkebun, suka memiliki hewan peliharaan di sisi mereka, berdekatan dengan alam, dan mereka juga peduli dengan lingkungan sekitar mereka (Moro, 2013). Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan naturalistic merupakan suatu kemampuan yang dimiliki manusia untuk dapat menikmati, mengenali, mengingat, mengategorikan, menganalisis, mengklasifikasi, mengidentifikasi atau menguasai pengetahuan lingkungan alam serta mampu beradaptasi dan mengeksplorasi lingkungan alam dimanapun ia tinggal.
  1. IMPLIKASI BAGI PROSES PENDIDIKAN
Anak yang mempunyai bakat intelektual biasanya memiliki motivasi kuat (Dai, Moon & Feldhusen, 1998; Gottfried & Gottfried, 2004). Mereka juga berkinerja unggul secara akademis; biasanya mereka  belajar membaca lebih awal; dan pada umumnya menyelesaikan pekerjaan dengan sangat baik dalam kebanyakan bidang sekolah (Gallagher, 1992); anak berbakat biasanya juga mempunyai konsep diri yang tinggi (Hoge & Renzulli, 1993), walaupun mereka dapat menderita perfeksionisme (Parker, 1997). Oleh karena itu, ada beberapa program yang dikhususkan untuk anak berbakat dalam ilmu alam atau seni. Beberapa program menyertakan kelas khusus untuk anak yang berpencapaian tinggi di sekolah regular. Program untuk anak berbakat antara lain adalah percepatan dan pengayaan. Pendarvis & Howley, 1996 berpendapat bahwa anak yang berbakat hendaknya didorong untuk menyelesaikan kurikulum di sekolah dengan cepat, mungkin dengan melompati kelas dan masuk ke perguruan tinggi pada usia dini. Selain itu, program bagi anak berbakat hendaknya melibatkan mereka ke dalam kegiatan yang lebih kreatif dan penyelesaian masalah. Menurut Renzulli  dan Reis (2000) program bagi anak berbakat hendaknya diberikan program pengayaan. Contoh kegiatan pengayaan adalah penggunaan proyek, eksperimen, studi mandiri, dan pembelajaran kooperatif.
Berdasarkan teori Multiple Intelligence, setiap anak didik memiliki inteligensi yang berbeda-beda. Anak didik akan lebih mudah memahami pelajaran jika materinya disajikan sesuai dengan inteligensi yang menonjol dalam diri anak didik. Misalnya pada Pendidikan Anak Usia Dini, bila anak didik menonjol dalam inteligensi musikal, ia akan mudah memahami apa yang disampaikan guru jika dalam penyampaiannya melalui kegiatan yang ada unsur musikalnya, misalnya ketika akan mengajarkan mengenal warna akan mudah diserap jika dalam penyampaiannya menggunakan lagu dan video. Jika siswa menonjol dalam inteligensi visual, ia akan lebih mudah menangkap pelajaran jika dijelaskan menggunakan bermacam-macam bentuk yang dapat diamati. Karena inteligensi anak didik di kelas beragam, maka guru perlu memasukkan dan mengolah materi yang akan diajarkan sesuai dengan inteligensi masing-masing anak tersebut. Guru perlu melakukan pengamatan/ observasi tentang kecerdasan yang dimiliki masing-masing anak agar mudah dalam penyampaian materi yang akan diajarkan. Mereka perlu mengajar dengan model, metode, media, dan pendekatan bervariasi yang disesuaikan dengan karakteristik anak didik.
Salah satu contoh penerapan konsep Multiple Intelligences dalam dunia pendidikan adalah berdasarkan perspektif Munif Chatib. Adapun konsep Multiple Intelligences berdasarkan perspektif Munif Chatib adalah: (1) Pada penerimaan murid baru, tidak dilalui dengan tes-tes formal atau tes masuk, seperti tes kognitif, tes IQ, maupun hasil dari Ujian Nasional; (2) Menerima segala jenis kecerdasan murid tanpa pandang bulu, baik yang nakal, telat dalam berfikir, anak yang berkebutuhan khusus dan slow learner; (3) Batas penerimaan anak didik ditentukan oleh daya tampung kelas. Misalnya sekolah menampung untuk siswa baru dengan jumlah 4 kelas dan setiap kelas berjumlah 20 anak, maka sekolah membuka pendaftaran penerimaan anak didik dengan jumlah 80, maka sekolah harus menerima siswa yang masuk lebih awal, dan setelah penerimaan siswa mencapai 80 anak, maka pendaftaran siswa baru ditutup; (4) Karena kecerdasan anak yang diterima sangat beragam, maka dilakukan pemetaan atau pembagian kelas berdasarkan kecenderungan kecerdasan dan gaya belajar setiap murid. Misalnya kelas A berisi anak-anak yang berkebutuhan khusus, kelas B berisi anak-anak yang kecenderungan kecerdasannya dalam musikal dan logis-matematis, kelas C berisi anak-anak yang aktif, kelas D berisi anak-anak yang telat dalam berfikir.
Dengan pembagian kelas seperti di atas, maka tugas guru lah yang bertanggung jawab dalam mengembangkan dan merubah anak-anak menjadi lebih baik. Dalam proses pembelajaran guru juga menyiapkan lesson plan atau rencana pembelajaran dengan model pembelajaran yang baru dan menarik berdasarkan kelas kecenderungan kecerdasannya, sehingga pelajaran yang didapat bisa melekat dalam otak dan menjadi memori jangka panjang.  Selain itu dalam proses pembelajaran, guru juga memberikan penilaian autentik meliputi penilaian dalam ranah kognitif, psikomotorik, dan afektif kepada anak didik. Penilaian kognitif meliputi tingkatan menghafal, memahami, mengaplikasikan, menganalisis dan mengevaluasi. Penilaian psikomotorik meliputi tingkatan dalam hal perbuatan, kinerja, kreativitas dan membuat karya-karya atau produk-produk baru. Sedangkan penilaian afektif yaitu meliputi tingkatan pemberian respon, sikap, apresiasi, dan minat kepada anak didik.


Kesimpulan

Bakat (aptitude) umumnya diartikan sebagai kemampuan bawaan yang merupakan potensi (potential ability) yang masih perlu dikembangkan agar dapat terwujud. Menurut Gardner kecerdasan adalah kumpulan kemampuan, bakat, atau ketrampilan mental. Kecerdasan ini biasa disebut dengan Multiple Intelligence yang terdiri dari delapan kecerdasan. Kedelapan jenis kecerdasan tersebut adalah kecerdasan musikal, fisik kinestetik, logika-matematis, linguistik, visual spasial, interpersonal, intrapersonal, dan naturalistik. Berdasarkan teori Multiple Intelligence, setiap anak didik memiliki inteligensi yang berbeda-beda. Anak didik akan lebih mudah memahami pelajaran jika materinya disajikan sesuai dengan inteligensi yang menonjol dalam diri anak didik. Karena inteligensi anak didik di kelas beragam, maka guru perlu memasukkan dan mengolah materi yang akan diajarkan sesuai dengan inteligensi masing-masing anak tersebut. Guru perlu melakukan pengamatan/ observasi tentang kecerdasan yang dimiliki masing-masing anak agar mudah dalam penyampaian materi yang akan diajarkan. Mereka perlu mengajar dengan model, metode, media, dan pendekatan bervariasi yang disesuaikan dengan karakteristik anak didik.





DAFTAR PUSTAKA
Amstrong, T. (2009). Multiple Intelligences in the classroom. Virginia USA: Alexandria.
Constantinescu, Roxana- Sorina. (2014). The Theory of Multiple Intelligences-applications in Mentoring Beginning Teachers. Procedia - Social and Behavioral Sciences. Vol. 116, 3345-3349. Diperoleh 11 Oktober 2017, dari http://eresources.pnri.go.id.
Gardner, H. ( 1993). Frames of Mind The Theory of Multiple Intelligences, tenth-anniversaryedition. New York: Basic Books A Member of The Perseus Books Group.
Gardner, H. (2011). Frames of Mind The Theory of Multiple Intelligences. New York: Basic Books A Member of The Perseus Books Group.
Gardner, H. (2013). Multiple Intelligences Kecerdasan Majemuk Teori dalam Praktik Alih Bahasa Alexander Sindoro. Tangerang Selatan: INTERAKSARA.
Karamikabir, N. (2012). Gardner's Multiple Intelligence and Mathematics Education. Procedia - Social and Behavioral Sciences. Vol. 31, 778-781. Diperoleh 11 Oktober 2017, dari http://eresources.pnri.go.id.
Manic, M; Randelovic, D. Level In Which Students Prefer Different Types of Gardner’s Multiple Intelligence. Journal of Educational and Instructional Studies in the World. Vol. 7 (2), 55-65. Diperoleh 11 Oktober 2017, dari http://eresources.pnri.go.id.
Sobur, A. (2016). Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia.
Semiawan, C. et. al. (2013). Metaphorming Beberapa Strategi Berpikir Kreatif. Jakarta: PT. Indeks.
Slavin, R. E. (2011). Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik Edisi Kesembilan Jilid 2. Jakarta: PT. Indeks.
Sujiono dan Sujiono. (2013).  Bermain Kreatif Berbasis Kecerdasan Jamak. Jakarta: PT. Indeks.

Komentar

  1. Menurut saya setiap anak itu memiliki kecerdasan yang berbeda beda

    BalasHapus
  2. Menurut saya setiap anak itu memiliki kecerdasan yang berbeda beda

    BalasHapus
  3. Bakat (aptitude) umumnya diartikan sebagai kemampuan bawaan yang merupakan potensi (potential ability) yang masih perlu dikembangkan agar dapat terwujud. jadi tingkat kecerdasan setiap anak berbeda.

    BalasHapus
  4. kecerdasan setiap anak berbeda-beda. pengembangan kecerdasan tersebut bisa disesuaikan dengan kecerdasannya masing-masing anak

    BalasHapus

Posting Komentar