Gangguan Bahasa Ekspresif Anak Usia Dini

A. Perkembangan Bahasa
Perkembangan bahasa sebagai salah satu dari kemampuan dasar yang harus dimiliki anak, sesuai dengan tahapan usia dan karakteristik perkembangannya. Menurut Jackman perkembangan bahasa adalah:
Language development follows a predictable sequence. it is related, but not tied, to chronological age. this developmental process includes both sending and receiving information. it is important to remember that language is learned through use”.[1]
Berdasarkan pernyataan di atas diketahui perkembangan bahasa adalah urutan yang dapat diprediksi. Hal itu terkait, namun tidak terikat dengan usia kronologis. Proses perkembangan ini mencakup pengiriman dan penerimaan informasi. penting untuk diingat bahwa bahasa dipelajari melalui penggunaan.
Perkembangan bahasa sebagai salah satu dari kemampuan dasar yang harus dimiliki anak, sesuai dengan tahapan usia dan karakteristik perkembangannya. Perkembangan adalah suatu perubahan yang berlangsung seumur hidup dan dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berinteraksi seperti biologis, kognitif, dan sosio-emosional. Bahasa adalah suatu sistem simbol untuk berkomunikasi yang meliputi fonologi (unit suara), morfologi (unit arti), sintaksis (tata bahasa), semantik (variasi arti), dan pragmatik (penggunaan) bahasa. Dengan bahasa, anak dapat mengkomunikasikan maksud, tujuan, pemikiran, maupun perasaannya pada orang lain.
Anak usia dini, khususnya usia 4-5 tahun dapat mengembangkan kosa kata secara mengagumkan. Menurut Owens dalam Rita mengemukakan bahwa “anak usia tersebut memperkaya kosa katanya melalui pengulangan”.[2] Mereka sering mengulangi kosa kata yang baru dan unik sekalipun belum memahami artinya. Dalam mengembangkan kosa kata tersebut, anak menggunakan fast wrapping yaitu suatu proses dimana anak menyerap arti kata baru setelah mendengarnya sekali atau dua kali dalam dialog. Pada masa dini inilah anak mulai mengkombinasikan suku kata menjadi kata, dan kata menjadi kalimat.
Anak usia 4-5 tahun rata-rata dapat menggunakan 900-1000 kosa kata yang berbeda. Mereka menggunakan 4-5 kata dalam satu kalimat yang dapat berbentuk kalimat pernyataan, negatif, tanya, dan perintah. Anak usia 4 tahun sudah mulai menggunakan kalimat yang beralasan seperti “saya menangis karena sakit”. Pada usia 5 tahun pembicaraan mereka mulai berkembang dimana kosa kata yang digunakan lebih banyak dan rumit.
Berpartisipasi dalam komunikasi bahasa seperti dalam penciptaan teks, baik lisan maupun tulisan. Menurut Haliday dan Hasan dalam Rita mendefinisikan “teks sebagai wacana, lisan maupun tulisan, seberapapun panjangnya, yang membentuk satu kesatuan yang utuh”.[3]
Perkembangan berbicara dan menulis merupakan suatu proses yang menggunakan bahasa ekspresif dalam membentuk arti. Kajian tentang perkembangan berbicara pada anak tidak terlepas dari kenyataan adanya perbedaan kecepatan dalam berbicara, maupun kualitas dan kuantitas anak dalam menghasilkan bahasa. Anak yang satu lebih cepat, lebih luwes, lebih rumit, dalam mengungkapkan bahasanya, ataupun lebih lambat dari yang lain. Kajian tentang perkembangan menulis pada anak berkaitan dengan suatu proses yang dilakukan anak sehingga menghasilkan bentuk tulisan.
Perkembangan berbicara pada anak berawal dari anak menggumam maupun membeo, sedangkan perkembangan menulis pada anak berawal dari kegiatan mencoret-coret sebagai hasil ekspresi mereka. Dyson dalam Rita berpendapat bahwa “perkembangan berbicara memberikan kontribusi yang besar terhadap perkembangan menulis pada anak”.[4] Anak memiliki kemampuan menulis dipengaruhi oleh kemampuan sebelumnya (dalam hal ini kemampuan berbicara) sehingga dapat dituangkan dalam bentuk tulisan.
Dalam berbicara terkadang individu dapat menyesuaikan dengan keinginannya sendiri. Hal ini tidak sama dengan menulis, dimana diperlukan suatu aturan berbahasa yang baik, benar dan tertib. Dengan kata lain dalam menulis diperlukan adanya keserasian antara pikiran dan tatanan dalam berbahasa yang tepat dalam mengekspresikan gagasan yang tertuang dalam lambang-lambang bahasa tulisan.
Dalam membahas  perkembangan bahasa sangat penting untuk selalu mengingat bahwa bahasa terdiri dari sistem aturan, seperti fonologi, morfologi, sintaksis, leksikal, semantik dan pragmatik sehingga bisa mengetahui perubahan-perubahan apa saja yang terjadi pada sistem aturan tersebut pada usia tertentu. Perkembangan bahasa meliputi:[5]
1)      Perkembangan fonologis, berkaitan dengan penguasaan sistem suara/ bunyi. Seorang anak yang akan berbicara, akan mendengar segala hal yang distimulus kepadanya lalu otak mereka menyerap dan memproses. Ketika anak mengeluarkan suara untuk pertama kalinya seperti “hm..”itulah fonologis.
2)      Perkembangan morfologis, berkaitan dengan penguasaan pembentukan kata-kata. Pusat bahasa yang ada di dalam otak seorang anak, setelah menerima stimulus akan memproses lebih lanjut kepada pemahaman akan intonasi kata, bahasa yang diterima anak dari ibunya akan sama dengan apa yang dikeluarkannya. Contoh ketika anak haus, seorang ibu akan menstimulus dengan kata ”susu” atau “minum”. Anak akan mengucapkan dengan intonasi yang sama namun kata yang diucapkan akan menjadi “cu cu” atau “mi mi”.
3)      Perkembangan sintaksis, berkaitan dengan penguasaan tata bahasa. Ini merupakan periode kritis dalam pertumbuhan bahasa, karena anak-anak mengolah, menguji dan mengingat bahasa. Contoh anak sudah dapat mengatakan “main bola” atau “mau susu” dengan jelas.
4)      Perkembangan leksikal, berkaitan dengan penguasaan dan perluasan kekayaan kata-kata serta pengetahuan mengenai arti kata-kata. Tahap ini sudah mulai masuk ke kalimat telegrafis; anak-anak sudah mengenal, mengingat kata-kata, berbicara secara jelas dan mengerti makna kata yang diucapkannya.
5)      Perkembangan semantik, berkaitan dengan penguasaan arti bahasa. Terjadi pada anak ketika sudah memasuki usia 5-6 tahun. Anak-anak sudah dapat berkomunikasi dengan orang disekelilingnya dan kosakata mereka terus bertambah, pemahaman makna pun bertambah karena anak selalu bertanya “apa maksudnya?”
6)      Perkembangan pragmatik, berkaitan dengan penguasaan aturan-aturan berbicara. Dalam tahap ini anak-anak biasanya sudah mengerti cara berbicara dan mulai belajar untuk berkomunikasi yang baik dan benar. Contoh, kapan anak-anak mendengar nasihat orang tua, kapan anak-anak dapat mengungkapkan perasaannya atau keinginannya kepada orang-orang disekelilingnya. Seorang anak sudah mulai memahami norma yang berlaku di lingkungannya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa perkembangan bahasa adalah urutan perkembangan yang dapat diprediksi, perkembangan bahasa tidak terikat dengan usia kronologis. Proses perkembangan ini mencakup bahasa reseptif dan ekspresif, dimana reseptif terdiri dari menyimak dan berbicara sedangkan ekspresif terdiri dari membaca dan menulis. Dalam membahas  perkembangan bahasa sangat penting untuk selalu mengingat bahwa bahasa terdiri dari sistem aturan, seperti fonologi (bunyi), morfologi (penguasaan pembentukan kata-kata), sintaksis (penguasaan tata bahasa), leksikal (perluasan kekayaan kata-kata), semantik (penguasaan arti bahasa), dan pragmatik (penguasaan aturan-aturan berbicara) sehingga bisa mengetahui perubahan-perubahan apa saja yang terjadi pada sistem aturan tersebut pada usia tertentu.

B. Gangguan Bahasa Ekspresif AUD
Gangguan berbahasa ditandai dengan ketidakmampuan anak untuk berdialog interaktif, memahami pembicaraan orang lain, mengerti dan atau menggunakan kata-kata dalam konteks yang “nyambung” baik verbal maupun non verbal, membaca dan mengerti apa yang dibaca, serta mengekspresikan pikirannya melalui kemampuan berbicara atau menyampaikannya lewat bahasa tulisan.
Bahasa ekspresif merupakan kemampuan memproduksi bahasa yang dapat dipahami oleh dan berarti bagi orang lain (Friend & Bursuck, 2002). Anak-anak dengan kelainan bahasa ini mempunyai kesulitan dalam mengekspresikan pikirannya.[6]
Beberapa karakteristik dari gangguan berbahasa meliputi penggunaan kata yang tidak tepat, ketidak mampuan untuk menyampaikan pendapat, ketidaktepatan dalam penggunaan pola gramatikal, kosa kata yang minimal, dan ketidakmampuan untuk mengikuti instruksi. Mereka juga mengalami kesulitan dalam mengatur syntax.
Gangguan Bahasa  dapat diklasifikasikan menjadi gangguan bahasa secara reseptif dan ekspresif. Gangguan bahasa ekspresif merupakan gangguan dalam penggunaan bahasa secara ekspresif yang terjadi saat seseorang menjalin komunikasi, yang ditandai dengan gangguan/kesulitan dalam mengungkapkan perasaan atau ide-idenya, meskipun dia bisa memahami pembicaraan orang lain.[7] Gejala gangguan tersebut sangat individual, tetapi gejala Umumnya antara lain adalah:
1.        Menggunakan kata- kata pendek dan kalimat sederhana;
2.        Membuat kesalahan dalam tata bahasa;
3.        Perbendaharaan katanya minima atau kurang memadai;
4.        Kesulitan dalam menceriterakan atau mengingat kembali informasi;
5.        Ketidakmampuan memulai percakapan.
Gangguan bahasa ekspresif dapat dihubungkan dengan empat dimensi utama bahasa oral/lisan, yaitu fonologi, morfologi, sintaksis, semantik dan pragmatic. Fonologi berkaitan dengan membedakan bunyi serta mengucapkan huruf. Gangguan dalam dimensi fonologi disebut juga gangguan artikulasi. Gangguan artikulasi meliputi beberapa tipe gangguan, yaitu subtitusi, omisi, distorsi serta adisi.
1.    Subtitusi, yaitu terjadinya penggantian fonem, seperti kakak diucapkan tata; gigi diucapkan didi;
2.    Omisi, yaitu terjadinya penghilangan fonem atau adanya huruf-huruf konsonan yang tidak diproduksi atau tidak diucapkan, seperti rumah diucapkan umah;
3.    Distorsi, yaitu berusaha mendekati ucapan yang benar, tetapi terjadi kekacauan, seperti saya diucapkan zaya, huruf L diucapkan antara huruf R dan L;
4.    Adisi, yaitu terjadi penambahan huruf-huruf konsonan pada kata yang diucapkannya, seperti foto diucapkan forto;
5.    Morfologi berkaitan dengan struktur, bentuk dan penggolongan kata, sedangkan sintaksis berkaitan dengan memahami dan mengucapkan kalimat, serta mencakup pengggunaan tata bahasanya;
6.    Semantik berkaitan dengan memahami kata serta mendefinisikan atau mengucapkan kata dan pragmatik berkaitan dengan bagaimana bahasa itu digunakan dalam berkomunikasi.
Selain pendapat yang dikemukakan di atas, ada beberapa kriteria anak yang mengalami gangguan bahasa espresif:[8]
1.      Mempergunakan tatabahasa dengan tidak tepat ("saya pergi tidak ke sekolah").
2.      Kurangnya kemampuan menggambarkan sesuatu secara khusus ("ada sesuatu disana yang tempatnya disana").
3.      Sering malu ("anda tahu, eh, saya, eh, ingin, eh, se, eh...., segelas, eh...., air")
4.      Melompat dari satu topik ke topik yang lainnya ("bagaimana cuaca hari ini? Baiklah, saya akan makan dulu sudah lapar sekali....")
5.      Mempunyai keterbatasan perbendaharaan  kata.
6.      Mempunyai kesulitan mempergunakan kata untuk mengomunikasikan sesuatu.
7.      Mempergunakan bahasa sosial dengan jelek (tidak mampu merubah bentuk komunikasi yang sesuai dengan situasi tertentu).
8.      Takut bertanya, tidak tahu pertanyaan apa yang akan diajukan, atau tidak tahu bagaimana bertanya suatu pertanyaan.
9.      Mengulang informasi yang sama dalam komunikasi secara terus menerus.
10.  Mempunyai kesulitan dalam mendiskusikan konsep-konsep abstrak, waktu, dan ruang.
11.  Sering tidak cukup memberikan informasi kepada lawan bicaranya ("kami mempunyai masalah yang besar dengan mereka" dengan tidak menjelaskan siapa yang dimaksud kami dan mereka tersebut. 
Gangguan bahasa ekspresif ini disebabkan oleh beberapa faktor, sebagai berikut:[9]
a. Kekurangan Kognitif
1)      Kesulitan memahami dan membedakan makna bunyi wicara. Anak sering memiliki problema auditoris, yaitu kesulitan untuk memahami dan membedakan makna bunyi wicara. Kondisi semacam itu menyebabkan anak rnengalami kesulitan untuk merangkai fonem, segmentasi bunyi, rnembedakan nada, mengatur kenyaringan, dan mengatur durasi bunyi.
2)      Kesulitan membentuk konsep dan mengembangkannya ke dalam unit-unit semantik. Pemahaman terhadap unit-unit semantik (kata dan konsep) menunjukkan adanya pengetahuan tentang kekeluargaan kata secara tepat. Banyak di antara anak-anak berkesulitan belajar yang merniliki masalah dalam pembentukan konsep dan dalam menghubungkan unit-unit semantik.
3)      Kesulitan Mengkiasifi kasikan Kata. Anak berkesulitan belajar sering mengalami kesulitan dalam mengelompokkan kata-kata.
4)      Kesulitan dalam relasi semantik. Anak berkesulitan belajar sering mengalami kesulitan untuk menemukan dan menetapkan kata yang ada hubungannya dengan kata lain.
5)      Kesulitan dalam memahami sistem semantik. Banyak anak berkesulitan belajar yang memiliki kesulitan dalam membaca pemahaman, dalam matematika, dan dalam penalaran ruang dan waktu. Kesulitan ini diduga berkaitan dengan adanya kesulitan dalam pemrosesan bahasa auditoris. Anak berkesulitan belajar sering mengalami kesulitan dalam bercerita dan penjelasan mereka sering tidak tersusun secara baik dan benar.
6)      Transformasi semantik. Anak berkesulitan belajar .sering mengalami kesulitan dalam pembuatan transformasi semantik sehingga mengalami kesulitan dalam menggunakan kata banyak makna, langgam suara (idioms), dan kiasan (metaphors).
7)      Implikasi semantik. Anak berkesulitan belajar sering rnengalami kesulitan dalam memahami pepatah, cerita perumpamaan, dongeng, atau mitos.
b. Kekurangan dalam Memori
Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa anak berkesulitan belajar sering memperlihatkan kekurangan dalam memori auditoris. Adanya kekurangan dalam memori auditoris tersebut dapat menimbulkan kesulitan dalam memproduksi bahasa. Sering memperlihatkan adanya kekurangan khusus dalam mengulang urutan fonem, mengingat kembali kata-kata, mengingat simbol, dan memahami hubungan sebab-akibat.
c. Kekurangan Kemampuan Menilai
Penilaian merupakan bagian integral dari proses bahasa karena menjadi jembatan antara pemahaman dengan produksi bahasa. Anak berkesulitan belajar sering memiliki kesulitan daiam menilai kemantapan atau keajegan arti dari suatu kata baru terhadap informasi yang telah mereka peroleh sebelumnya. Akibatnya, anak mungkin akan menerirna saja kalimat atau kata yang salah. Anak juga sering mengalami kesulitan dalam mengenal kesalahan-kesalahan sintaksis, dan setelah mereka tahu kesalahan-kesalahan tersebut, mereka juga tidak dapat memperbaikinya.
d. Kekurangan Kemampuan Produksi Bahasa
Produksi bahasa akan dipermudah oleh adanya kemampuan mengingat, perilaku afektif dan psikomotorik yang baik. Karena anak-anak berkesulitan belajar umumnya memiliki taraf perkembangan berbagai kernampuan tersebut secara kurang memadai, maka mereka banyak yang mengalami kesulitan dalam memproduksi bahasa. Ada dua jenis kemampuan produksi bahasa, kemampuan produksi konvergen dan kernampuan produksi devergen. Kemampuan produksi konvergen berkenaan dengan kemampuan menggambarkan kesimpulan logis dari informasi verbal dan memproduksi jawaban semantik yang khas. Kemampuan produksi devergen berkenaan dengan kelancaran, keluwesan keaslian, dan keluasan bahasa yang diproduksi. Kemampuan produksi konvergen dapat dilihat dari kernarnpuan anak dalam (1) mengucapkan kata-kata dan konsep-konsep, (2) melengkapi asosiasi verbal dan analogi, (3) merumuskan gagasan dan problema-problema verbal, (4) merumuskan kembali konsep dan ide, dan (5) merumuskan berbagai alternatif pemecahan rnasalah. Anak-anak berkesulitan belaiar umumnya rnemiliki kesulitan dalam produksi konvergen maupub devergen.
e. Kekurangan Pragmatik
Anak berkesulitan belajar umumnya memperlihatkan kekurangan dalam mengajukan berbagai pertanyaan, memberikan reaksi yang tepat terhadap berbagai pesan, menjaga atau mempertahankan percakapan, dan mengajukan sanggahan berdasarkan argumentasi yang kuat. Anak berkesulitan belajar umumnya juga kurang persuasif dalam percakapan, lebih banyak mengalah dalam percakapan, dan kurang mampu mengatur cara berdialog dengan orang lain.


C. Cara Mengatasi Gangguan Bahasa Ekspresif AUD
Cara mengatasi gangguan bahasa ekspresif terlebih dahulu harus mengetahui penyebabnya kemudian dianalisis. Ada beberapa pendekatan yang digunakan untuk mengatasi gangguan bahasa ekspresif, diantaranya:[10]
a. Pendekatan Proses
Pendekatan proses (process approach) adalah suatu pendekatan yang bertujuan untuk memperkuat dan menormalisir proses yang berkaitan dengan proses dasar bahasa yaitu proses penerimaan bahasa dan proses rnengekpresikan bahasa. Dalam pelaksanaannya, pendekatan proses menekankan pada intervensi dalam bidang persepsi auditori, ingatan. asosiasi. Interpretasi dan ekspresi verbal. Kegiatan remedial (penanggulangan masalah kesulitan belajar) ditujukan untuk memperkuat pemahaman bahasa dan keterkaitan integratif antara persepsi auditori, ingatan. asosiasi, interpretasi yang sangat diperlukan dalam ekspresi verbal.
Kegiatan ini dilakukan secara lisan dan tertulis. Dasar pemikiran yang digunakan dalam pendekatan proses adalah prinsip-prinsip psycholinguistic (Lovit, 1989: l6), seperti yang dijelaskan di bawah ini:
1)      Berbagai kemampuan psycholingistic dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan mengukur kemampuan bahasa.
2)      Pengembangan kemampuan dalam bidang psycholinguistic adalah penting karena menjadi dasar dalam pencapaian hasil belajar di bidang membaca, menulis dan berbagai tugas akademik lainnya.
3)      Pencapaian hasil belajar di bidang akademik secara signifikan adalah hasil dari latihan dalam bidang psycholingistic.
b. Pendekatan Analisis Tugas
Pendekatan analisis tugas (task analysis approach) yang dikembangkan oleh Dunn & Smith, 1965 dan Coughrah & Liles. 1974, merupakan suatu pendekatan yang diterapkan dalam upaya penanggulangan kesulitan bahasa. Pendekatan ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan bahasa anak berkesulitan bahasa dengan jalan menganalisis arti kata (semantik), struktur bahasa (sintak dan morphologi) dan fungsi bahasa (pragmatik) secara bertahap dan dalarn tugas yang diuraikan secara rinci. Sebagai contoh ” makan” untuk rnenjelaskan makna makan maka pada anak diperlihatkan baik secara kongkrit ataupun melalui media (gambar, rekaman. dll) kegiatan individu yang sedang makan, diperlihatkan proses yang dilakukan dalam kegiatan makan, diperlihatkan perbandingan kegiatan makan dengan kegiatan yang lain seperti kegiatan dalam mencuci piring. Dalam setiap proses yang dilakukan dalam kegiatan tersebut, guru menyebutkan nama kegiatan yang sedang berlangsung dan meminta anak untuk menanggulanginya. Kegiatan ini dilakukan secara berkelanjutan sampai anak dapat memahami berbagai konsep yang berkaitan dengan kata “makan”.
c. Pendekatan Perilaku
Pendekatan Perilaku (behavioral approach) yang dikembangkan oleh Gray & Ryan. 1973) ditujukan untuk mengatasi masalah bahasa yang dialami anak yang berkesulitan bahasa dengan jalan melakukan perubahan perilaku berbahasa dan berkomunikasi yang diperlihatkan anak atau behavior modification. Dalam prosedur pelaksanaannya, pendekatan ini dilakukan dengan memperhatikan interaksi interpersonal anak dengan teman-teman sebayanya atau orang ,vang berada di sekitarnya, dan ungkapan-ungkapan verbal yang diperlihatkan oleh anak. Hasil observasi tersebut akan menjelaskan apakah perilaku anak dalam melakukan ungkapan verbal sesuai atau tidak sesuai dengan konteksnya dan temuan ini menjadi dasar untuk program remedial yang ditekankan pada perubahan perilaku yang bertujuan untuk perbaikan atau perubahan perilaku berbahasa dalam berkomunikasi, khususnya. dalam bahasa verbal.
d. Pendekatan Interpersonal Interaktif
Pendekatan interpersonal interaktif (personal interactive approach) yang dikembangkan oleh Walker. et al, 1983) bertujuan untuk memperkuat kemampuan bahasa dalam bidang pragmatik dan mengembangkan kemampuan berkomunikasi anak yang berkesulitan bahasa. Secara khusus, tuiuan dari pendekatan ini adalah untuk memperkuat kemampuan dalam menginterpretasikan isyarat-isyarat bahasa secara kontekstual yang dapat merubah makna dari suatu ekspresi verbal. Seperti dalam ungkapan “Bukakan pintu” adalah kalimat perintah. kalimat ini akan berubah maknanya apabila diungkapkan dalam ekspresi verbal yang rnembentak “Bukakan pintu!” yang dapat diinterpretasi suatu ungkapan verbal yang menunjukkan kemarahan.
e. Pendekatan Pengaturan sistem Lingkungan secara Menyeturuh
Pendekatan Pengaturan sistem lingkungan secara menyeluruh (total environment system approach) bertujuan untuk melakukan intervensi bahasa dengan melakukan pengaturan sistem lingkungan secara menyeluruh, yang mencakup situasi dan peristiwa-peristiwa yang ada di dalamnya yang dapat mendorong anak untuk melakukan berbagai interaksi dalam berkomunikasi dan mengekspresikan bahasa verbal. (Leigh, l980 dalam Lovitt, l989: 169) mengemukakan bahwa pendekatan holistik yang dilakukan melalui pengaturan sistem lingkungan secara menyeluruh atau disebut dengan istilah “A Whole Language Aproach” merupakan pendekatan yang sangat efektif, khususnya untuk memperkuat kemampuan dan adaptasi berkomunikasi dalam berbagai bidang pekerjaan dan berbagai profesi.
A whole Language Aproach juga sangat bermanfaat dalam mengembangkan kemampuan bahasa dan komunikasi anak usia dini, terutama bagi anak yang telah menguasai kemampuan dalam aturan-aturan dasar berbahasa (basic linguistic rules), ekspresi verbal dan pemahaman ungkapan bahasa verbal. Dengan demikian kemampuan menulis dan ungkapan tertulis tidak menjadi prasyarat dalam pelaksanaan pendekatan ini.
Apabila asesmen dan intervensi sudah dilakukan tetapi hasilnya belum sesuai harapan, maka anak tersebut sebaiknya kita rujuk ke ahli di bidangnya (dokter, psikiater, dan terapis).
Selain itu, Dalam mengintervensi anak  yang mengalami gangguan bahasa ekspresif, terdapat  beberapa pendekatan yang dapat dipergunakan  sesuai dengan gangguan  yang dialami anak, yaitu:[11]
1. Pendekatan bermain
Pendekatan yang dipandang tepat diterapkan pada anak adalah  pendekatan bermain (play  approach) karena dunia anak adalah dunia bermain. Bermain merupakan  suatu kegiatan yang menyenangkan bagi anak. Melalui bermain secara tidak langsung anak dituntut  untuk  mempelajari  hal-hal yang berhubungan dengan mainannya, karena  setiap  permainan mempunyai aturan-aturan yang harus dipahami anak. Dalam kegiatan bermain bersama, anak dapat  terdorong untuk  memperhatikan dan  menirukan bicara atau suara teman bermainnya atau memperagakan  penggunaan mainannya dengan atau tanpa bicara. 
2. Pendekatan Multisensoris
Dalam mengembangkan kemampuan berbahasa anak, kita perlu memberikan berbagai stimulus  yang dapat mestimulasi  berbagai indera/sensoris, seperti indera visual, auditif, kinestetik, taktil,dsb. 
3. Pendekatan  Multidisipliner/Kolaboratif
Gangguan berbahasa baik secara ekspresif mauun reseptif memerlukan penanganan secara terpadu (Tim) yang terdiri dari  berbagai disiplin ilmu/tenaga ahli agar memperoleh hasil yang efektif. Tenaga ahli tersebut  terdiri dari  dokter, psikolog, pedagog/ortopedagog, speechterapist, dsb. Para ahli tersebut  dapat berkolaborasi dalam memberikan intervensi secara dini terhadap anak yang mengalami gangguan bahasa. Kolaborasi tersebut penting juga dilakukan dengan  orang tua atau orang terdekat anak, sehingga mereka dapat memberikan latihan –latihan yang mendukung terhadap intervensi yang dilakukan di sekolah. 
Di samping pendekatan di atas,  ada  beberapa metode yang dapat dipergunakan dalam mengintervensi anak yang mengalami gangguan bicara dan bahasa, antara lain:[12]
1. Metode  Stimulasi
Metode ini dilakukan berdasarkan prinsip pengamatan terhadap suatu stimulus melalui pendengaran dan atau penglihatan anak. Dengan mengembangkan berbagai  kemampuan pengamatan yang  dimiliki anak,  kita memberikan  stimulus melalui  penglihatan dan atau pendengarannya.  Melalui cara ini anak  akan menerima  cara bicara yang benar, kemudian dibandingkan dengan konsep bicaranya yang salah. Bila cara bicara yang benar tadi semakin diperkuat  dengan diulang  terus- menerus, maka  akan terjadi proses perpindahan dari bicara yang salah menjadi bicara yang benar secara menetap. 
Metode  ini  dapat juga digunakan untuk menanamkan pengertian bahasa  dengan  cara menstimulasi anak  melalui berbagai media yang menarik perhatian anak, seperti  gambar, foto,dsb. Dalam menanamkan pengetian bahasa pada anak, penting untuk selalu memperbincangkan  hal-hal yang  sedang mengasyikan anak.  Kata-kata dan artinya paling baik dipelajari dalam keadaan sewaktu bermain.  Kita memperkatakan apa yang dilihat, diperbuat, dan dipikirkan anak.  Setiap saat merupakan kesempatan  bagi anak untuk belajar berbahasa. Kita harus  berusaha untuk mengerti isyarat gerak yang diperbuat ank, mengerti  bunyi yang diucapkannya, kemudian membahasakannya sehingga anak dapat memahami betul kata-kata yng diucapkan dengan aktivitas yang dilakukan. 
2. Metode phonetics placement
Pelaksanaan metode ini menuntut anak untuk memperhatikan gerakan dan posisi organ bicara, sehingga anak mampu mengendalikan pergerakan organ bicara  untuk memproduksi bicara yang benar.
3. Metode  moto-kinestetik
Metode ini disebut juga metode manipulasi. Dengan metode ini kita dapat memanipulasi secara langsung pada organ artikulasi yang dipandang perlu.
4. Metode  psiko-edukatif
Metode  ini didasarkan pada prinsip-prinsip psikoterapi, bimbingan dan konseling, serta pendidikan. Dengan metode ini  kita dapat menanamkan  konsep berbicara dan berbahasa yang benar  melalui berbagai alternatif kepada anak untuk mengganti atau menghilangkan konsep  bicara dan bahasa yang salah.  Metode ini dapat  diberikan melalui teknik-teknik  play-therapy, role playing dramatisasi, dsb.
5. Metode compensatory pattern
Penerapan metode ini sangat khas karena motode ini hanya diberikan kepada anak dengan kesulitan mengekspresikan bahasa melalui bicara, yang tidak mungkin lagi  melakukan bicara secara normal.  Jadi pada prinsipnya metode ini  merupakan  alterntif cara komunikasi yang baru untuk menggantikan cara berkomunikasi normal (bicara) yang sudah tidak mungkin lagi dilakukan anak. 

D. Kegiatan untuk Mengatasi Gangguan Bahasa Ekspresif AUD
Bantuan dilaksanakan secara terus-menerus dan selalu dilakukan penilaian terhadap perkembangan diri anak. Kegiatan mengatasi gangguan bahasa ekspresif dapat mempertimbangkan pembelajaran yang dipilih guru, yaitu sebagai berikut:
1.      Mengikuti Upaya Anak untuk Berbicara
Kita tidak perlu memaksa anak untuk berbicara, karena akan sia-sia. Yang penting adalah mengikuti terus-menerus upaya anak untuk berbicara. apabila anak berceloteh, kita perlubereaksi tanpa harus memaksanya memperbaiki ucapannnya. Sedapat mungkin kita membahasakan apa yang diucapkan anak. Apabila anak menunjukkan upayanya untuk berbicara atau berkomunikasi, kita perlu memberikan suatu penghargaan/ pujian.
2.      Memancing Anak untuk Berbicara
Kita perlu memancing anak untuk berbicara dengan cara bertanya. Namun peting untuk diketahui bahwa bertanya dengan menggunakan kata “apa ini?” atau “apa itu?” pada anak yang mengalami gangguan abhasa ekspresif dipandang kurang efektif. Memancing anak untuk berbicara lebih baik dengan mengajukan kalimat-kalimat yang harus dilengkapi (misalnya; ‘ini…) Jika anak tidak menjawab, hendaknya  kita mengisi kalimat itu sendiri setelah menunggu sebentar. Dapat juga dengan menggunakan jawaban yang salah, misalnya: “ini topi” (untuk gambar bola).
3.      Lingkup Minat dan Kesukaan Anak
Kita hendaknya membicarakan hal-hal yang termasuk dalam lingkup minat dan kejadian-kejadian menyenangkan yang dialaminya. Hal itu akan menunjukkan bahwa kita mempunyai perhatian terhadap minat dan kesuksesannya, sehingga memacu anak untuk berkomunikasi.
4.      Penyediaan Ruangan dan Mainan
Ruangan dan mainan hendaknya dibatasi serta usahakan sedapat-dapatnya ruangan itu miskin stimulus sehingga perhatian anak tertuju pada kita dan aktivitas yang sedang dilakukan. Sekali-kali kita memberikan mainan yang akan dimainkannya, hendaknya jangan mengubah-ubah terlalu sering.
5.      Mainan
Memiliki dua mainan yang sama akan lebih baik. Misalnya jika kita ingin memperagakan sesuatu, akan lebih mudah jika menggunakan dua mainan, sehingga dapat memicu anak dan anak dapat meniru/ memperagakan apa yang dilihatnya dengan menggunakan mainannya sendiri.
6.      Memacu Kontak
Seorang anak dengan gangguan dalam berkomunikasi, harus belajar mengadakan kontak menjalin hubungan. Untuk melatih anak mengadakan kontak, kita harus mulai dengan memasuki dunia anak dalam bermain, menjadikan kita sebagai bagian dari kehidupan anak dan teman bermainnya. Pada awal keikutsertaan kita berlangsung pada  tingkat sederhana, kemudian perlahan-lahan mencapai tingkat yang lebih rumit. Dari kontak mencapai komunikasi melalui bahasa tubuh seperti mimic dan gerak isyarat. Dari bahasa tubuh berangsur-angsur sampai kepada bicara.
7.      Menunggu Giliran
Anak-anak dengan keterlambatan berbahasa dan berbicara, kadang-kadang tidak tahu bagaimana harus bergilir sebagai pembicara dalam suatu percakapan. Kita dapat melatihnya melalui kegiatan bermain giliran. Dalam kegiatan ini, anak dilatih kapan saat-saat menunggu dan kapan harus beraktivitas.
8.      Mengarahkan Perhatian
Apabila anak mengalami kesulitan untuk mengarahkan perhatiaannya, banyak stimulus yang diabaikan dari pengamatannya. Kita dapat mengarahkan perhatian anak dengan memberinya berbagai stimulus. Stimulus yang diberikan tidak hanya secara lisan, tetapi juga dengan cara merasakan, atau melihat bagaimana tindakan tertentu berangsung. Apabila menggunakan media, hendaknya dipilih bahan yang warna, bentuk dan bunyinya menarik perhatian anak.



[1] Hilda L. Jackman, Early Education Curriculum A Child’s Connection to the World, Fifth Edition International Edition. ( Wadsworth: Cengage Learning, 2012).,  h.82.
[2] Rita Kurnia, Metodologi Pengembangan Bahasa Anak Usia Dini (Pekanbaru: Cendikia Insani, 2009)., h. 37
[3] Ibid., 38
[4] Ibid., h. 39
[5] J.W. Santrock , Perkembangan Anak (Jakarta: Erlangga, 2007).,  h. 353
[6] Soenjono, Dardjowidjojo, Psikolinguistik-Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005)., h. 15.
[7] Hernawati, dkk., Hambatan Interaksi dan Komunikasi (Modul, Bandung: PLB-FIP UPI, 2008)., h. 32.
[8] Martini, Jamaris, Kesulitan Belajar-Perspektif, asesmen dan Penanggulangannya (Jakarta: Yayasan Penamas Murni, 2009)., h. 47.
[9] Mulyono, Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar (Jakarta: Rineka Cipta, 2009)., h. 54.
[10] Martini, Jamaris., op.cit., h.56.
[11] Varekamp, L.C. de Vreede, Perbaikan Bicara (Speech Therapy) (Jakarta: DNIKS, .1973).
[12] Hallahan P. Dan Kauffman, James, Exceptional Children (Introduction to Special           Education) (United States Of Amerika; Prentice Hall International, Inc, 1991).
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Mulyono. 2009. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Dardjowidjojo, Soenjono. 2005.  Psikolinguistik-Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

De Vreede, Varekamp L.C. 1973. Perbaikan Bicara (Speech Therapy). Jakarta: DNIKS.

Hernawati, dkk., 2008. Hambatan Interaksi dan Komunikasi .Modul, Bandung: PLB-FIP UPI.

Jackman, Hilda L. 2012.  Early Education Curriculum A Child’s Connection to the World, Fifth Edition International Edition. Wadsworth: Cengage Learning.

Jamaris, Martini. 2009. Kesulitan Belajar-Perspektif, asesmen dan Penanggulangannya. Jakarta: Yayasan Penamas Murni

Kurnia, Rita. 2009. Metodologi Pengembangan Bahasa Anak Usia Dini. Pekanbaru: Cendikia Insani.

P. Hallahan, Kauffman, James. 1991. Exceptional Children (Introduction to Special Education). United States Of Amerika; Prentice Hall International, Inc.

Santrock , J.W. 2007.  Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga.

Komentar