Metaphorming merupakan pembelajaran yang tepat untuk diterapkan di dunia pendidikan, terutama pendidikan anak usia dini (PAUD) yang merupakan pondasi untuk pendidikan lebih lanjut. Dimana pada usia 4 tahun perkembangan otak anak 50%, 8 tahun 80%. Pada usia inilah stimulasi harus diberikan secara tepat agar pertumbuhan dan perkembangan anak optimal. Lalu apa itu metaphorming? Bagaimana penerapan metaphorming? disini saya akan bahas satu persatu apa tentang metaphorming.
A. Metaphorming
1.
Konsep
Pembelajaran Metaphorming
Hasil penelitian mutakhir menjelaskan
bahwa kekuatan otak tidaklah ditentukan oleh jumlah sel otak, namun oleh jumlah
hubungan yang terjadi antarsel tersebut. Dalam kondisi tertentu sel-sel otak
manusia membentuk koneksi (sinap)
atau hubungan antara satu dengan yang lainnya. Kondisi terkoneksi antarsel
tersebut merupakan kekuatan otak. Di sinilah letak pentingnya aplikasi metaphorming
dalam pembelajaran.
Metaphorming merupakan aktivitas
yang merujuk kepada kegiatan mengubah sesuatu dari keadaan materi dan makna
yang satu ke keadaan yang lain. Menurut asal katanya, metaphorming
berasal
dari kata meta yang bermakna transcending melampaui dunia
nyata, dan kata phora yang terkait dengan
transfer. Metaphorming dimulai
dengan memindahkan arti dan asosiasi baru dari satu objek atau gagasan ke objek
atau gagasan yang lain. Metaphorming diketahui merupakan
tanda-tanda kejeniusan yang telah dipraktikkan oleh para tokoh penemu sejak
jutaan tahun yang lampau. Melalui cara inilah kita dapat mengembangkan potensi
otak yang luar biasa hebatnya.
Untuk menggambarkan potensi otak, dapat
digunakan metafora bahwa sebagaimana sebuah kipas yang dapat dibentuk kecil
menyusut, namun dapat pula dikembangkan menjadi lebih lebar. Apa yang terjadi
dengan kipas juga terjadi pada otak. Oleh karena itu, hindari berpikir sempit,
dan upayakan bepikir luas dan dalam.
Cara berpikir luas dan dalam terkait
dengan kata-kata tertentu yang bermakna. Ketika berpikir tentang kata tertentu,
ada proses mengkaji dengan meningkatkan pengalaman belajar, komunikasi, mencari
hal yang baru berdasarkan hal yang lama. Dengan demikian, penjelajahan terjadi
di seluruh otak.
Metaphorming bukan
hanya kata baru untuk melukiskan
berpikir, melainkan juga cara berpikir dan mencipta
secara lebih mendalam.
Manusia terlahir dengan kemampuan untuk
berkreasi, menggali potensi, belajar, pencarian, dan juga kemampuan untuk
menemukan. Namun demikian, kenyataannya yang terjadi, hanya beberapa orang yang
bisa mentransformasi ide, pengetahuan, dan pengalaman mereka. Ada pula sejumlah
orang yang tidak menyadari kemampuan tersebut dan sering juga kita tidak tahu
apa yang akan dilakukan dengan kemampuan itu. Tanpa keberanian dan bimbingan,
yang terjadi adalah tindakan menyia-nyiakan potensi yang telah dimiliki.
Sebenarnya ada potensi dari setiap
manusia menuju pemikiran yang inovatif dan kreatif. Kadang-kadang, ada
konsekuensi dari setiap hal yang dimiliki seperti perasaan menakutkan atas
pemikiran sendiri dan menghakimi diri sendiri, sehingga pada akhimya menjadi
manusia yang takut atas kreativitasnya sendiri.
Dalam hati kecil seseorang mungkin
mengatakan bahwa dirinya ingin memiliki ide-ide cemerlang dan memiliki
pengalaman yang tidak terlupakan. Tetapi permasalahannya, bagaimana cara
mengelola imajinasi agar menjadi suatu kenyataan merupakan hal yang tidak
sederhana untuk dikerjakan.
Ada empat tahap dalam
proses metaphorming yang harus ditempuh,
yaitu: koneksi (connection),
penemuan (discovery),
pencptaan (invention), dan aplikasi (application) (Siler: 2003).
Di bawah ini empat tahap metaphorming
tersebut
dikupas satu per satu.
a.
Koneksi (Connection)
Koneksi yang dimaksud adalah
menghubungkan dua atau lebih hal yang memiliki tujuan untuk memahami sesuatu.
Terkait dengan metaphorming, pada
peristiwa koneksi ini digunakan berbagai macam bentuk dari perbandingan yaitu:
metafora, analogi, cerita, legenda, simbol, dan hipotesis. Seseorang dapat menggunakan semua alat
tersebut untuk menghubungkan ide,
pengetahuan
dan pengalaman.
Apabila hal tersebut diimplementasikan
ke dalam pembelajaran, maka koneksi yang
tepat adalah pelajaran bahasa Inggris yang dihubungkan
dengan pelajaran yang lainnya seperti
teknologi informasi, psikologi, atau bahkan bisa dihubungkan dengan mata
pelajaran yang lainnya. Demikian pula kupasan satu mata pelajaran seperti
pelajaran matematika, geometri (bangun ruang), maka tema ini juga dapat
dihubungkan dengan seni, bahasa, ekonomi, teknologi, dan fisika. Dengan
demikian, secara nyata, guru yang menghubungkan pembelajaran matematika dengan
materi lain menyebabkan peserta didik memiliki bayangan bahwa yang
dipelajarinya adalah berhubungan juga dengan pelajaran lainnya, sehingga baik
guru maupun peserta didik tidak terjebak pada pemikiran yang terkotak-kotak
yang membatasi pikiran mereka. Dengan koneksi, baik guru maupun peserta didik
terarahkan menjadi seorang yang kreatif.
Suatu penemuan melibatkan pengamatan dan
pengalaman. Penemuan iru akan mengarahkan seseorang untuk menemukan sesuatu
dengan memanfaatkan lima ‘pancaindra’-nya, yaitu mengamati, mendengarkan, merasakan,
dan bahkan indra penciuman. Dalam suatu pembelajaran yang lebih nyata, guru
dapat menggambarkan
ke
arah materi pelajaran yang diampunya akan diarahkan, tujuan apa yang akan
dicapai setelah proses koneksi telah dilakukan, dan ke arah mana peserta didik
diajak untuk berpikir dan memiliki pengalaman untuk merasakan bahwa suatu
pelajaran bermanfaat
untuk dirinya.
Pada proses ini dapat
diambil contoh yang sederhana, yakni pada saat siswa belajar bahasa Inggris.
Guru akan mengarahkan bahwa tujuan akhir dari pelajaran tersebut untuk
berkomunikasi baik secara lisan ataupun tertulis. Dalam proses itu pula seorang
guru bahasa Inggris juga melakukan koneksi dengan pelajaran lain, misalnya
sosiologi, seni, ekonomi, teknologi, ataupun juga fisika, sehingga siswa
memiliki pengalaman belajar yang bermakna dan berpikir bahwa tidak sia-sia
dalam belajar bahasa Inggris.
c.
Penciptaan
(Invention)
Suatu penciptaan adalah
produk dari daya pikir kreasi. Hal ini tidak akan tercipta tanpa adanya suatu
usaha. Secara umum, penemuan tumbuh dari suatu kebutuhan atau keinginan untuk
meningkatkan suatu proses dalam melakukan sesuatu atau melakukan suatu
komunikasi yang baru dan lebih efektif. Suatu penemuan
memerlukan suatu proses dari menghubungkan sesuatu dengan yang lain, dan juga
memerlukan pengamatan yang dapat menghasilkan suatu produk.
d.
Aplikasi (Application)
Aplikasi adalah
aktivitas yang mengarah pada produk, yaitu hasil pikir dan dapat juga dalam
bentuk nyata yaitu suatu produk. Aplikasi ini akan mengalir terus seiring
dengan kebutuhan manusia untuk memperoleh kemudahan dalam melakukan sesuatu.
Sungguh sesuatu yang
sangat luar biasa apabila metaphorming dapat dilaksanakan di sekolah-sekolah. Tidak hanya
peserta didik yang dapat belajar tetapi guru juga dituntut untuk berkreasi
untuk dapat membawa peserta didik menjadi orang yang kreatif dan dapat
mengembangkan diri menjadi pengamat dan seorang kreator.
Dengan
metaphorming diharapkan
bahwa guru sebagai
pendidik benar-benar
menjadi
seorang
fasilitator yaitu mengarahkan dan mendidik
siswa
menjadi seorang yang bermanfaat bagi
dirinya
sendiri dan juga masyarakat di
sekitarnya.
2.
Langkah-langkah
Metaphorming
Proses
metaphorming
dapat digambarkan dengan menggunakan akronim CREATE yang berarti "Connect -
Relate - Explore - Analyze - Transform - Experience".
Untuk
memperjelas uraian langkah-langkah proses metaphorming tersebut. Menurut Siler (1996)
langkah-langkah metaphorming sebagai
berikut:
a.
Connect adalah menghubungkan dua atau lebih hal-hal yang berbeda baik benda maupun ide, seperti menghubungkan taman dan pikiran. Tanyakan kepada diri sendiri tentang koneksi tersebut. Bagaimana pikiran Anda seperti taman? Bagaimana dengan berbagai ukuran, bentuk, wama, tekstur, dan wewangian bunga
terhubung dengan ukuran, bentuk, dan wama dari ide, pikiran, dan perasaan.
Proses yang demikian merupakan proses metaphorming.
b.
Relate adalah mengaitkan suatu perbedaan baik
benda maupun ide untuk hal-hal dari yang sudah kita ketahui atau kenal, dimulai mengamati
kesamaannya. Misalnya, apakah ide kita tumbuh seperti bunga liar atau seperti tanaman yang
dibudidayakan? Pada ide-ide atau pikiran terkandung solusi, penemuan, dan
kelanjutan dari hasil penemuan. Demikian pula dalam konteks buah-buahan dapat
dipertanyakan, apakah ia termasuk dalam buah-buahan, sayuran, dan wewangian,
atau justru hanya memproduksi satu jenis buah dan aroma.
c.
Explore adalah menjajaki kesamaan:
menarik mereka, membangun model, bermain peran, dan menggambarkan mereka. Dalam
kaitan ini, kita dapat terus mengajukan pertanyaan terbuka: bagaimana apabila
kekayaan adalah tanah pikiran kita? Apa yang membuatnya kaya? Barangkali ini
yang menjadi pertanyaan kita. Jika tanah yang kita miliki adalah tanah mati,
mungkin kita perlu membaca buku, atau melihat film, atau perjalanan, atau
terlibat dalam percakapan dengan orang yang memiliki pengetahuan tentang ini,
sehingga tumbuh di kebun baik ide, pikiran, maupun perasaan kita.
d.
Analyze adalah analisis tentang hal-hal
yang telah kita pikirkan. Oleh karena itu, kita perlu melangkah mundur sejenak
dan lihat semua yang baru saja kita hasilkan. Kupas satu per satu pengamatan
dan pemikiran kita seolah-olah sedang mencabuti kelopak bunga mawar. Tanyakan
kepada diri sendiri: apakah sebagian ide, seperti juga sebagian bunga mawar,
mengembangkan kelopaknya di saat-saat yang berbeda dan mekar dengan kecepatan
berbeda?
e.
Transform adalah gambar, model, atau objek
yang kita buat: mengenali atau menemukan sesuatu yang baru berdasarkan koneksi,
eksplorasi, dan analisis.
f. Experience adalah menerapkan gambar, model, atau
penemuan kita sebagai konteks baru sebanyak mungkin. Ini artinya, memulai
proses kreatif dari awal lagi.
3. Penerapan Metaphorming di Dalam Kelas
Penerapan
metaphorming
sebenarnya bisa diterapkan pada seluruh aspek aktivitas yang kita lakukan. Baik
itu keseharian maupun pada kegiatan yang sifatnya insidental. Penerapan metaphorming
di kelas bukan hanya di tingkat sekolah melainkan dari tingkat pendidikan anak
usia dini (PAUD), pendidikan dasar, pendidikan menengah, perguruan tinggi.
Pada penerapan metaphorming
di kelas, tahap-tahap yang harus dilalui adalah sebagaimana tertera pada
sebelumnya yang menjadi acuan saat melakukan metaphorming.
Dimulai dari koneksi (connection), penemuan (discovery),
penciptaan (invention), dan penerapan (application).
Sebelum pelaksanaan metaphorming
di dalam kelas, langkah-langkah yang dikerjakan guru adalah membuat Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). RPP
dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar peserta didik dalam
upaya mencapai KD. Setiap guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP
secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi
aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan
kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis
peserta didik.
RPP disusun untuk
setiap KD yang dapat dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih. Guru
merancang penggalan RPP untuk setiap pertemuan yang disesuaikan dengan
penjadwalan di satuan pendidikan.
Komponen RPP adalah:
a.
Identitas mata pelajaran
Identitas
mata pelajaran meliputi: satuan pendidikan, kelas, semester, program/ program
keahlian, mata pelajaran atau tema pelajaran, jumlah pertemuan.
b.
Standar kompetensi
Standar
kompetensi merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang
menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diharapkan
dicapai pada setiap kelas dan/atau semester pada suatu mata pelajaran.
c.
Kompetensi dasar
Kompetensi
dasar adalah sejumlah kemampuan yang harus dikuasai peserta didik dalam mata
pelajaran tertentu sebagai rujukan penyusunan indikator kompetensi dalam suatu
pelajaran.
d.
Indikator pencapaian kompetensi
Indikator kompetensi adalah
perilaku yang dapat diukur dan/atau diobservasi untuk menunjukkan ketercapaian
kompetensi dasar tertentu yang menjadi acuan penilaian mata pelajaran.
Indikator pencapaian kompetensi dirumuskan dengan menggunakan kata kerja
operasional yang dapat diamati dan diukur, yang mencakup pengetahuan, sikap,
dan keterampilan.
e.
Tujuan pembelajaran
Tujuan
pembelajaran menggambarkan proses dan hasil belajar yang diharapkan dicapai
oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar.
f.
Materi ajar
Materi ajar memuat fakta, konsep, prinsip, dan
prosedur yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan
rumusan indikator pencapaian kompetensi.
g.
Alokasi waktu
Alokasi
waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk pencapaian KD dan beban belajar.
h.
Metode pembelajaran
Metode pembelajaran digunakan oleh
guru untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik mencapai kompetensi dasar atau seperangkat indikator yang telah
ditetapkan. Pemilihan metode pembelajaran disesuaikan dengan situasi dan
kondisi peserta didik, serta karakteristik dari setiap indikator dan kompetensi
yang hendak dicapai pada setiap mata pelajaran.
Menggunakan metaphorming
dalam pembelajaran pada silabus dapat dimasukkan dalam pendekatan pembelajaran,
sedangkan pada RPP dapat dimasukkan ke dalam Metode Pembelajaran. Dengan
demikian di silabus dan RPP harus memuat empat tahapan yang merupakan tahapan metaphorming,
yaitu connection, discovery) invention,
dan application.
Agar lebih memperjelas hubungan antara proses dan tahap-tahap metaphorming3
maka bisa diilustrasikan sebagai berikut:
Berdasarkan gambar di atas, dapat
diartikan bahwa setiap tahapan harus ada proses CREATE (Connect,
Relate,
Explore,
Analyze, Transform, dan Experience).
Pada setiap pembelajaran empat tahapan di atas tidak selalu terpenuhi, bisa
saja hanya sampai tahap ke-2 atau tahap ke-3 saja. Sementara pada prosesnya
(CREATE), tidak terlihat secara nyata dalam setiap tahapan tidak mengapa, yang
penting tahapan - tahapan tersebut dapat dirasakan oleh siswa. Dengan kata lain
tahapan metaphorming baik di silabus maupun
di RPP bisa dituliskan secara lugas, tetapi prosesnya tidak perlu dituliskan
secara nyata.
Dalam pengembangan metaphorming ini, teori yang terkait
dalam aplikasi pada pendidikan anak usia dini adalah melalui teori Vygotsky.
Konsep teori Vygotsky mengerucut pada konsep ZPD atau Zone of Proximal Development. Vygotsky mengajukan teori yang
dikenal dengan istilah Zone of Proximal
Development (ZPD) yang merupakan dimensi sosio-kultural yang penting
sebagai dimensi psikologis. ZPD adalah jarak antara tingkat perkembangan actual
dengan tingkat perkembangan potensial. Tingkat pertimbangan yang dimaksud
terdiri dari empat tahap.
Pertama, more dependence to others stage, yakni tahapan kala kinerja anak
mendapat banyak bantuan dari pihak lain seperti teman-teman sebayanya, orang
tua, guru, masyarakat, ahli, dan lain-lain. Dari sinilah muncul model
pembelajaran kooperatif atau kolaboratif dalam mengembangkan kognisi anak
secara konstruktif.
Kedua, less dependence external assistance stage, yakni ketika kinerja
anak tidak lagi terlalu banyak mengharapkan bantuan dari pihak lain, tetapi
lebih kepada self assistance, lebih
banyak anak membantu dirinya sendiri.
Ketiga, internalization and automatization stage, yakni saat kinerja anak
sudah lebih terinternalisasi sacra otomatis. Kesadaran akan pentingnya
pengembangan diri dapat muncul dengan sendirinya tanpa paksaan dan arahan yang
lebih besar ari pihak lain. Walaupun demikian, anak pada tahap ini belum
mencapai kematangan yang sesungghnya dan masih mencari identitas diri dalam
upaya mencapai kapasitas diri yang matang.
Keempat, de-automatization stage, yakni ketika kinerja anak mampu
mengeluarkan perasan dari kalbu, jiwa, dan emosinya yang dilakukan secara
berulang-ulang, bolak-balik, recursion. Pada tahap ini, keluarlah apa yang
disebut dengan de-automatization
sebagai puncak dari kinerja sesungguhnya, untuk mendeskripsikan bagaimana anak
berkembang dari tahap kapasitasnya mulai berfungsi hingga masa perkembangan
lanjutan.
Vygotsky adalah seorang ilmuwan
yang menekankan pada pentingnya memperhatikan konstruksi sosial. Menurutnya,
seluruh perkembangan dan perilaku manusia selalu ada proses kesesuaian antara
perilakunya dengan konstruksi sosial (process
of apporiation by behavior). Appropriation
berarti kesesuaian perilaku dengan kostruksi sosial yang terdapat dalam
kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, teorinya dikenal dengan istilah sosial constructivist.
Vygotsky juga mengemukakan adanya scaffolded instruction, pembelajaran
yang mengikuti lompatan-lompatan, yang dibagi ke dalam tiga prinsip utama,
yaitu: (1) holistic yang artinya harus bermakna, (2) harus dalam konteks sosial
tertentu, dan (3) memiliki peluang untuk berubah dan terkait antara tingkat
yang satu dengan tingkat berikutnya. Kalau ketiga hal ini dapat diwujudkan,
maka hal itulah yang disebut dengan pembelajaran yang menggunakan pendekatan
timbal balik atau dikenal dengan istilah Reciprocal
Teaching Approach.
DAFTAR PUSTAKA
Andreasen,
N. (2005). The Creating Brain: The
Neurosciences of Jenius. New York: Dana Press.
Buzan,
Tony. (2003). Head First: Cara
Memanfaatkan 99% Otak anda yang selama ini Belum Pernah Anda Gunakan.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka.
Cole,
Adrian. (2004). Inside the Brain.
London: Franklin Watts.
Deporter,
B., & Hernacki, M. (1992). Quantum
Learning. New York: Dell Paperbacks.
Gardner,
H. (1983). The Teory of Multiple Intelligence.
New York: Basic Books.
Greenspan,
S. (1997). The Growth of the Mind.
New York: Basic Books.
Haier,
R.J., Jung, R.E., Teo, R.A., Head, K., & Alkire, M.T. (2004). “Structural Brain Variation and General
Intelligence”. Neuroimage, 23(1), 425-433.
Jausavec,
N., & Jausavec, K. (2004).
“Differences in Induced Brain Activity during the Performance of Learning and
Working-Memory Tasks Related to
Intellegence”. Brain and Cognition, 54(1), 65-74.
Jensen,
E., (2005). Teaching with the Brain in
Mind. Alexandria. VA: Association for supervision and Curriculum
Development.
Johnson,
M.H. (2001). “Functional Brain
Developmemt in Humans”. Nature Reviews Neurosciences, 3(6), 473-478.
Sausa,
A. David. (2012). Bagaimana Otak yang
Berbakat Belajar. Jakarta: Indeks.
Komentar
Posting Komentar